KLIKANGGARAN -- Berdasarkan Laporan Hasil Pemerikaan (LHP) Badan Pemeriksa Keungan (BPK) atas LKPD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Tahun Anggaran (TA) 2022, megungkapkan bahwasannya terdapat temuan mengenai pemberian insentif pemungutan pajak daerah tahun 2022 yang tidak sesuai dengan ketentuan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran kepada sebagian penerima insentif sebesar Rp19.488.556.511,60.
BPK menerangkan, bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel pada Tahun 2022 menganggarkan Pendapatan Pajak Daerah sebesar Rp4.001.707.595.934,00 dan telah direalisasikan sebesar Rp4.461.152.465.008,25 atau 111,48%. Realisasi Pendapatan Pajak Tahun 2021 sebesar Rp3.523.785.342.246,24. Sehingga, terdapat peningkatan realisasi Pendapatan Pajak Tahun 2022 sebesar Rp937.367.122.762,01 atau 26,60% jika dibandingkan dengan realisasi di Tahun 2021.
Lebih lanjut dijelaskan BPK, Pemprov Sumsel telah menganggarkan dan merealisasikan Belanja Insentif bagi ASN atas Pemungutan Pajak Daerah. Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2022 menyajikan anggaran untuk Belanja Insentif bagi ASN atas Pemungutan Pajak Daerah sebesar Rp120.051.227.000,00 dengan realisasi sebesar Rp119.952.977.000,00 atau 99,92%. Insentif pemungutan pajak adalah tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan pajak.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK diketahui, bahwa pembayaran insentif pemungutan pajak daerah tidak sesuai ketentuan. BPK mencatat hasil pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban dan perhitungan besaran insentif dibandingkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, terdapat permasalahan sebagai berikut:
1). Perhitungan Pembayaran Besaran Insentif Memasukkan Tunjangan Penghasilan PPh Pasal 21
Pemeriksaan atas kertas kerja perhitungan besaran insentif Pemungutan Pajak Daerah yang dibagikan diketahui bahwa besaran insentif yang dibayarkan termasuk Tunjangan Penghasilan berupa PPh Pasal 21. Tunjangan PPh Pasal 21 seharusnya tidak masuk dalam komponen tunjangan yang melekat pada gaji sebagaimana yang dinyatakan dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010. Tunjangan melekat yang dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 meliputi tunjangan istri/suami,
tunjangan anak, tunjangan jabatan struktural/fungsional, dan/atau tunjangan beras.
Berdasarkan permintaan keterangan, Tunjangan PPh Pasal 21 dihitung sebagai Tunjangan yang melekat karena tunjangan tersebut melekat pada gaji. Pemberian Tunjangan PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tanggal 20 Desember 2010. Adapun Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tanggal 19 Oktober 2010 yang terbit terlebih dahulu sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 sehingga Tunjangan PPh belum ada di Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010.
2) Perhitungan Insentif dengan Per Jenis Pajak Tidak Sesuai dengan Ketentuan
Peraturan gubernur maupun peraturan pemerintah terkait dengan tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah menyatakan bahwa besarnya pembayaran insentif dikelompokkan berdasarkan realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah tahun anggaran sebelumnya. Jika dilihat penerimaan pajak tahun anggaran sebelumnya, menunjukkan bahwa realisasi Pajak Daerah sebesar Rp3.523.785.342.246,24. Dengan besaran nilai realisasi tersebut, maka besaran insentif yang dapat dibagikan paling tinggi delapan kali gaji pokok dan tunjangan melekat.
Pemeriksaan atas kertas kerja perhitungan insentif pemungutan pajak diketahui bahwa perhitungan dan pembayaran dilakukan per jenis pajak. Apabila perhitungan yang dilakukan per jenis pajak, maka dapat disimulasikan bahwa untuk setiap jenis pajak (dengan realisasi melebihi target) insentif per orang per tahun adalah gaji pokok dan tunjangan melekat dikalikan delapan dan dikalikan 12 (untuk 12 bulan) sehingga menjadi 96 kali. Dengan realisasi penerimaan pajak melebihi target untuk semua jenis pajak, maka perhitungan besaran insentif pajak akan dikalikan lima (untuk lima jenis pajak) sehingga besaran insentif per orang menjadi 480 kali (pengali maksimum) untuk satu tahun.
Berdasarkan permintaan keterangan, perhitungan besaran insentif menggunakan hasil penilaian kinerja dari atasan langsung sebagai komponen pembentuk besaran insentif, kemudian disesuaikan dengan besaran persentase per penerima insentif berdasarkan keputusan gubernur. Perhitungan besaran insentif dilakukan untuk tiap jenis pajak dengan pembayaran secara bulanan dan dicairkan secara triwulan. Adapun batas tertinggi insentif yang dapat diterima pegawai untuk tiap bulan per jenis pajak adalah delapan kali gaji dan tunjangan yang melekat (termasuk Tunjangan PPh Pasal 21) berdasarkan ketentuan pada keputusan gubernur.
Berdasarkan hasil perhitungan ulang dengan menggunakan dasar realisasi penerimaan pajak tahun sebelumnya maka insentif yang dapat dibagikan paling tinggi delapan kali gaji pokok dan tunjangan melekat. Dengan perhitungan insentif per bulan sesuai dengan peraturan pemerintah, jika dikalikan empat triwulan dan besaran gaji pokok dan tunjangan melekat, maka nilai insentif yang tidak dapat dibayarkan sebesar Rp19.488.556.511,60.
BPK menyatakan bahwa kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 2 dan Pasal 7 ayat (1) dan (4).
Permasalahan tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran kepada sebagian penerima insentif sebesar Rp19.488.556.511,60.
Hal tersebut disebabkan Kepala Bapenda kurang melakukan pengawasan dan pengendalian atas realisasi pembayaran insentif pajak daerah, Kepala Sub Bagian Keuangan tidak memedomani ketentuan dalam melakukan pencairan upah pungut yang menjadi tanggung jawabnya, dan perhitungan pembayaran insentif memasukkan tunjangan penghasilan PPh Pasal 21.
Atas permasalahan tersebut, Gubernur Sumatera Selatan menyatakan tidak sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK, dan melalui Kepala Bapenda.
BPK merekomendasikan Gubernur Sumatera Selatan agar memerintahkan Kepala Bapenda untuk memproses kelebihan pembayaran kepada sebagian penerima insentif sebesar Rp19.488.556.511,60, menginstruksikan Kepala Subbagian Keuangan agar memedomani ketentuan dalam melakukan pencairan upah pungut, dan tidak memperhitungkan PPh Pasal 21 dalam pembayaran insentif pemungutan pajak daerah.
Artikel Terkait
CBA Laporkan Dugaan Indikasi Korupsi PT MRT Jakarta ke Kejagung, Simak!
Rp6,2 Miliar Retribusi Digunakan Seenak Perut, KMAKI Sebut DLH Kota Bekasi Lumbung Korupsi
Harus Ada Tersangka! Ratusan Kegiatan Dinkes Nagan Raya Diduga Fiktif
Belanja Nakes RSUD Sultan Iskandar Muda Bebani Keuangan Daerah Rp1,2 Miliar
Lebih Bayar Perjalanan Dinas Setda Nagan Raya Rp33,3 Juta
Belanja Alat Kantor Setda Aceh Jaya Tidak Sesuai Ketenuan Rp73 juta
13 Kelompok Tidak Penuhi Syarat Penerima Hibah DKP Aceh Barat, Rp2,18 Miliar Bocor!
PPTK di 3 SKPK Aceh Jaya Bikin Faktur Sendiri Belanja ATK, Rp463 Juta Tidak Sesuai Ketentuan
Belanja Honorarium di SKPA Pemprov Aceh Bebani Keuangan Daerah Miliaran Rupiah
Ironi! Masuk Rekomendasi Daftar Hitam, Beberapa Penyedia Justru Dapat Proyek Belasan Miliar