Sedangkan kekhilafan terdiri atas kehilafan atas objek meliputi khilaf atas hal hal pokok materi perjanjian atau sifat sifat penting barang. Sementara kekhilafan subjek berupa khilaf atas orang dengan siapa perjanjian dilakukan. Misalkan kekhilafan objek dalam hal salah alamat tanah objek perjanjian akibat salah duga atau persepsi.
Sementara bagian “Cakap” adalah suatu keadaan seeorang dapat melakukan perikatan jika para pihak telah berusia dewasa dan tidak dalam keadaan pengampuan.
Terdapat Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Mahkamah Agung dalam Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Dalam Surat Edaran tersebut dijelaskan batas kedewasaan seseorang.
Dalam rapat kamar Perdata tanggal 14-16 Maret 2012 tersebut disebutkan bahwa dewasa adalah cakap bertindak dalam hukum yaitu orang yang telah mencapai umur 18 tahun atau telah kawin.
Cakap juga termasuk terbebas dari cacat rohani (mental) atau tidak di bawah pengampuan. Pengampuan adalah keadaan tidak bisa melakukan perbuatan hukum sehingga harus diwakili oleh seorang pengampu (wakil).
Bagian “Suatu Hal tertentu” misalkan jual beli tanah tersebut harus jelas objeknya baik letak dan luas tanah. Letak objek tanah harus jelas tertentu alamatnya hingga pada RT/RW dan Nomor persil tanah. Sedangkan tertentu luasnya pada satuan panjang meter dan bukan luas berupa misalkan sepetak sawah, sabladahan atau luas tanah yang tidak tertentu atau tidak spesifik.
Bagian “Suatu sebab yang halal” adalah bahwa jual beli tanah tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundangan, kesusilaan dan ketertiban umum. Keadaaan yang bertentangan tersebut misalkan jual beli tanah untuk pendirian tempat prostitusi.
Dalam pasal 1339 KUHPerdata dinyatakan suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal hal yang tegas dinyatakan di dalamnya tapi juga oleh segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Maka disamping harus ada kesepakatan kedua belah pihak jual beli tanah diharuskan dilakukan balik nama dengan pembuatan akta autentik (Akta Jual Beli Tanah/AJB) di hadapat pejabat PPAT.
Jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif yaitu sepakat dan cakap maka perjanjian dapat dibatalkan. Perjanjian dapat dibatalkan bermakna bahwa perjanjian dapat dimintakan pembatalannya pada pengadilan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Jika tidak dilakukan pembatalan, maka perjanjian tetap berlaku.
Sementara suatu perjanjian batal demi hukum jika tidak memenuhi syarat objektif yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang halal. Batal demi hukum dalam hal ini maka secara hukum dianggap sejak semula perjanjian itu tidak pernah ada atau tidak terlahir perikatan antara penjual dan pembeli tanah. Sehingga tanpa dilakukan pembatalan maka perjanjian telah batal dengan sendirinya.
Pengertian kategori pembeli beritikad baik dalam peralihan hak atas tanah lebih lanjut diperjelas dalam ketentuan SEMA No. 4 Tahun 2016 yang membahas mengenai pengertian pembeli beritikad baik.
Kriteria pembeli beritikad baik yang perlu dilindungi berdasarkan pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata adalah sebagai berikut:
a) Melakukan jual beli atas objek tanah tersebut dengan tata cara/prosedur dan dokumen yang sah sebagaimana telah ditentukan peraturan perundang-undangan, yaitu:
1. Pembelian Tanah melalui pelelangan umum, atau
2. Pembelian Tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997) atau
3. Pembelian terhadap Tanah milik adat / yang belum terdaftar yang dilaksanakan menurut ketentuan hukum adat, yaitu:
a. Dilakukan secara tunai dan terang (dihadapan/diketahui Kepala Desa/Lurah setempat).
b. Didahului dengan penelitian mengenai status Tanah objek jual beli dan berdasarkan penelitian tersebut menunjukan bahwa tanah objek jual beli adalah milik penjual.
c. Pembelian dilakukan dengan harga yang layak.
b) Melakukan kehati-hatian dengan meneliti hal-hal yang berkaitan dengan objek Tanah yang diperjanjikan, antara lain:
1. Penjual adalah orang yang berhak/memiliki hak atas tanah yang menjadi objek jual beli, sesuai dengan bukti kepemilikannya, atau
2. Tanah/objek yang diperjualbelikan tersebut tidak dalam status disita, atau
3. Terhadap objek yang diperjualbelikan tidak dalam status jaminan/hak tanggungan, atau
4. Terhadap Tanah yang bersertifikat telah memperoleh keterangan dari BPN dan riwayat hubungan hukum antara tanah tersebut dengan pemegang sertifikat.
Artikel Terkait
Tanggapan terhadap Misi Pedamaian Jokowi: Citra dan kesan bahwa Jokowi “inward looking” mulai Pupus
Kisah Letjen Pur Doni Monardo, Pangkostrad Maruli dan Ketua Kadin Arsjad: Kolaborasi Sumur Bor di Pulau Timor
SATGASSUS
Refleksi Hari Kemerdekaan, Kaum Muda Bisa Apa?
Pemilu 2024 dan Pendidikan Politik Kaum Milenial
Polri: Pusaran 'Tragedi Ferdy Sambo' dan Para Pencari Panggung
Refleksi dari Kasus Ferdy Sambo, Polri Wajib Berbenah Diri
Cara Menghadirkan Sebanyak Mungkin Polisi di Lapangan
Perempuan Adalah Penyeimbang Demokrasi, Tanpa Perempuan, Demokrasi Akan Timpang