Klikanggaran.com-- Tulisan ini adalah tulisan pada akun Facebook Muhammad Jawi (link: https://www.facebook.com/Abu.Muhammad.AlJawy). Artikel ini menarik sebab mencermati fenomena gampangnya publik nyinyir terhadap sesuatu yang asing bagi dirinya. Muhamad Jawi menyoroti kasus santri-santri tutup telinga atas suara musik yang diperdengarkan ketika mereka akan melakukan vaksinasi.
Ya beberapa waktu lalu di medsos pro kontra terkait santri tutup telinga terhadap suara musik.
Apakah salahnya santri tutup telinga atas suara musik?
Parahnya lagi banyak yang mengaitkan sikap santri tutup telinga itu dengan sikap Taliban di Afganistan. Lah, piye sih.
Bagaimana lengkapnya pendapat dan pandangan Muhammad Jawi, silakan dibaca di bawah ini.
Baca Juga: Remaja Perempuan Di Ogan Ilir Palembang Tewas, Ditusuk Orang Tidak Dikenal
Saya sebelumnya menulis tentang betapa mudahnya orang nyinyir ketika melihat video prosesi Rambu Solo masyarakat Toraja, demikian juga tergesanya stigmatisasi terhadap para santri yang menutup telinga ketika musik disetel di tengah antri vaksin. Keduanya peristiwa yang berbeda dan tidak berkaitan, namun ada benang merah yang hampir sama.
Yaitu fenomena mudahnya orang berkomentar negatif atas sebuah peristiwa yang menurutnya asing, ini menjadi PR besar bagi dunia etika digital di tengah belum meratanya tingkat literasi digital masyarakat kita.
Dalam tulisan saya tentang video santri, banyak pendapat pro kontra, dan itu menurut saya sah-sah saja karena setiap orang punya perspektif yang berbeda. Namun melihat dinamika percakapan di media sosial, saya merasa perlu untuk ikut menyeimbangkan informasi, karena saya merasa bahwa stigmatisasi terhadap para santri itu kemungkinan besar salah sasaran, dan ini yang menjadi masalah penting.
Kita semua pasti khawatir kalau gerakan radikal bahkan terorisme seperti ISIS, Al Qaeda ataupun seperti JAD tumbuh di negeri ini. Kita tidak ingin memberikan ruang bagi mereka, karena mereka jelas punya misi untuk meruntuhkan legitimasi republik ini. Namun kekhawatiran ini tidak seharusnya membuat orang menjadi tidak rasional, dan justru malah bisa jadi santri moderat yang jadi korbannya.
Meskipun kita sendiri belum mengetahui video itu kejadian di mana, dan santrinya dari pesantren apa, namun saya menduga kuat bahwa para santri itu sebenarnya berasal dari pesantren moderat, apalagi para santri itu sedang mengikuti program vaksinasi, artinya mereka taat dengan anjuran pemerintah.
Aroma salah sasaran ini yang bisa saya tangkap setelah melihat banyak respon dari tokoh masyarakat, penulis, dan aktivis yang akan saya kutip dalam tulisan ini.
1. Mbak Yenny Wahid putri Gus Dur, menulis dalam akun instagramnya,
"Jadi kalau anak-anak ini oleh gurunya diprioritaskan untuk fokus pada penghafalan Quran dan diminta untuk tidak mendengar musik, itu bukanlah indikator bahwa mereka radikal.
Yuk kita lebih proporsional dalam menilai orang lain. Janganlah kita dengan gampang memberi cap seseorang itu radikal, seseorang itu kafir dll.
Menyematkan label pada orang lain hanya akan membuat masyarakat terbelah."
2. Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) Abdul Ghofarrozin meminta tak terburu-buru memberi cap radikal terhadap para santri yang menutup kuping saat terdengar musik.
Artikel Terkait
FSGI : Usai Liburan Semester 632 Santri Tertular Covid-19, Kluster Pesantren Merebak Lagi
Padukan Konsep Salafiyyah dan Modern, Pesantren Darul Falah Terima Santri Baru
HD Lepas 675 Santri Belajar di Pesantren Darussalam Gontor
Sambut Pembelajaran Tatap Muka Terbatas, Vaksinasi Santri dan Pesantren Menjadi Komitmen Pemerintah
1.000 Santri Pondok Pesantren Apik Kaliwungu Divaksin Dosis 1
Presiden Joko Widodo Berkunjung ke Aceh dan Sumatera Utara, Tinjau Vaksinasi bagi Pelajar dan Santri
Siapkan 9000 Dosis, BIN Jateng Gelar Vaksinasi untuk Pelajar dan Santri di Banyumas