Kekuasaan senantiasa ada atau melekat dalam setiap diri manusia, walaupun selalu ada kekuasaan yang tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat. Kekuasaan secara umum bisa saja ditunjukan untuk melibatkan aksi seseorang dalam melawan harapan atau keinginan yang lain. Karena kekuasaan itu mencakup kemampuan untuk memerintah agar yang diperintah patuh kepadanya dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi tindakan-tindakan pihak lain.
Lalu bagaimana kekuasaan itu dapat diperoleh? Dalam negara demokratis semacam Indonesia, sumber kekuasaan berasal dari kedaulatan yang diperoleh para pemimpin melalui pemilihan yang dijalankan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan demokratis.
Model-model pemilihan ini tidak selalu bersifat pemilu. Bisa saja ke depannya akan seperti lottocracy (kembali kepada zaman Yunani kuno dengan beragam perubahan). Pemilu sendiri telah ada atau dijalankan sejak masa perabadan Yunani kuno, sekitar abad ke IV sebelum masehi. Masyarakat di masa itu telah mendapatkan hak-hak politiknya dalam pemerintahan. Rakyat sudah mampu memilih sendiri secara langsung mengenai siapa yang menjadi pemimpinya, mereka juga sudah mengetahui kebutuhan apa yang ia inginkan.
Pemerintahan ala monarki ini didampingi oleh sebuah badan perwakilan yang terdiri dari kaum ningrat sebagai anggotanya. Sehingga, bibit demokrasi akan terlihat dalam suatu sistem pemerintahan dan berlanjut ketika pemimpin terakhir diusir dari tahtanya, dan nantinya kaum ningrat dan rakyat akan berkelahi lalu diselesaikan dengan sebuah perundingan 12 meja.
Baca Juga: Dilihat dari Laporan Bank Indonesia, Permintaan Kredit Kendaraan Bermotor Meningkat Bulan Ini
Hal ini lazim terjadi pada negara yang memiliki sistem demokrasi seperti Indonesia. Dimana expert power (kekuasaan keahlian) atau pihak yang mengambil kekuasaan memang memiliki keahlian untuk memangku dari jabatan tersebut.
Di awal tulisan ini seringkali terlihat membahas bahwa kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap lapisan masyarakat. Walaupun begitu, kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat.
Dan dari sini saja telah jelas jika kekuasaan sebetulnya dapat diukur. Tetapi, bagaimana dan alat ukur apa terkait seseorang yang akan berkuasa di Kabupaten Bekasi? Walaupun pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Bekasi baru akan dilaksanakan kurang lebih dua tahun lagi, tepatnya 27 November 2024. Akan tetapi, nama calon bupati (cabup) Bekasi sudah mulai bermunculan melalui banyak polling di media sosial (medsos).
Berdasarkan urutan polling yang beredar di medsos nama-nama seperti Alm. Eka Supria Atmaja, Arya Dwi Nugraha, Budiyanto, Romli, Nyumarno, Obon Tabroni, Imam Hambali, Jamil, Mia Eldabo, dan lain sebagainya. Nama-nama polling itu bisa dibilang orang-orang memiliki tapuk kekuasaan di Kabupaten Bekasi. Latar belakang mereka juga berasal dari berbagai parpol. Ada yang dari Golkar, Demokrat, PKS, PDIP, dan lain sebagainya.
Untuk dapat mengukur tentang siapa yang berkuasa diperlukan beberapa pendekatan yang bisa digunakan.
Pertama, pendekatan posisional. Pendekatan ini adalah pendekatan melihat siapa orang yang sedang berkuasa atau masih berpengaruh di pemerintahan Kabupaten Bekasi. Sebelum Alm. Eka Supria Atmaja meninggal dunia, beliau masih digadang-gadang untuk kembali maju pada kontes pemilu Bupati Bekasi tahun 2024. Akan tetapi setelah kepergiaannya, kini kursi Bupati Bekasi mengalami kekosongan. Alhasil wajah-wajah baru akan bermunculan dalam mewarnai kontensasi pemilu nantinya.
Baca Juga: Waduh, Beli Bali? Bali Dijual untuk Bayar Utang Luar Negeri? Apa sih Maksudnya?
Kedua, pendekatan reputasional, pendekatan ini dilakukan dengan mewawancarai atau snowball untuk mengetahui siapa diantara nama-nama yang muncul di polling atas paling berpengaruh. Tetapi, menurut pendapat penulis dari nama-nama di atas hanya memiliki pengaruh pada bagiannya masing-masing atau hanya berpengaruh di parpolnya saja. Reputasi di tengah masyarakat belum begitu terlihat jelas. Jangankan nama atau wajahnya, reputasi kinerjanya saja masyarakat belum mengetahui sama sekali.
Artikel Terkait
Benny BP2MI Meradang Pekerja Migran Dihadang Politik Anggaran Daerah
Politik Vaksin: Saatnya Memikirkan Kembali Ekonomi Global Kolonial
Reshuffle Kabinet: Dampak Buruknya Kinerja atau Politik!
Israel dalam 'Krisis Politik', Netanyahu Gagal Membentuk Pemerintahan pada Tenggat Waktu Tengah Malam
Bela Palestina Bukan Berarti Ganti Bendera, Palestina Ada di Jantung Politik Luar Negeri Indonesia
Penegak Hukum Diminta Menelisik Oknum Elite Politik yang Menekan Direksi Pertamina Melanggar GCG dalam Pembangunan Kilang
Soal Diskon Vonis Pinangki, Pertimbangan Politik Lebih Berharga dari Supremasi Hukum