Di Kediri kotaku, dulu ada sekolah bernama PGLSP. Sekolah tersebut mempunyai lapangan basket dengan tribun dan jajaran tempat duduk dari semen.
Para promotor lokal menyelenggarakan berbagai macam pertunjukan musik di situ. Aku sempat menonton Rhoma Irama dan Elvie Sukaesih, Ida Royani sampai Koes Plus, No Koes, Mus Mulyadi, The Hands (Mus Mujiono), Trencem (Setiawan Jody), God Bless, Rollies, Aka Grup dll di tempat ini.
Masih kukenang cara mengangkang Ucok Harahap, agak menekuk kayang ketika mengangkat mik. Bokongnya yang tepos, malah membuatnya nampak bodoh seperti dakocan. Aku lebih menyukai Gito Rollies dan Arthur Kaunang.
Baca Juga: Menjelang Muktamar NU Ke-34 dan Isu Gus Yaqut Digeser Ke Menpora?
Harus aku akui, waktu itu aku tidak benar-benar merasa bahagia dengan musik. Jadi aku mencari sensasi lain.
Ibuku senang bukan main ketika suatu hari kuminta untuk membangunkanku tiap subuh. “Jangan pas adzan subuhnya, Bu, setengah jam sebelumnya. Jadi waktu sholat aku sudah tidak merasa pusing...”.
Ibuku tidak tahu kalau itu cuma akal-akalanku. Sebenarnya aku tidak pernah benar-benar sholat Subuh. Aku hanya duduk-duduk di sajadah, mendengarkan suara Nanang Kosim (?) yang melantunkan satu surat (entah apa).
Baca Juga: Pasangan Praven dan Melati Melaju ke Semi Final Denmark Open 2021, Ketemu Ganda Campuran Thailand
Tiap menjelang subuh masjid di kampungku memutarnya melalui speaker. Indah dan syahdu sekali. Aku mendengarkan pertama kali suara Nanang Kosim (?) itu karena kebetulan.
Suatu hari aku terpaksa bangun sebelum subuh, karena pagi itu kami sekeluarga hendak berangkat liburan ke rumah eyangku di Magelang.
Kami harus bangun jam 3 dini hari karena harus buru-buru ke Kertosono, dari situ nanti baru naik KA Bima ke Yogyakarta.
Riwayat “sholat subuhku” dengan sendirinya berhenti ketika pengajian Nanang Kosim itu kemudian diganti lagu-lagu qasidah yang sungguh berisik dan sama sekali tidak merdu.
Baca Juga: Denmark Open 2021: Fajar/Rian Gagal ke Semi Final, Dikalahkan Ganda Malaysia Dua Game Langsung
Almarhumah ibuku dulu suka membujukku, “Berdoalah, Gusti Allah selalu mendengarkan doa anak-anak. Cobalah...”.