Bahasa: Senjata Terselubung dalam Aksi Kriminal dan Pentingnya Kewaspadaan Masyarakat

photo author
- Jumat, 28 Maret 2025 | 20:10 WIB
Ilustrasi  (pixabay.com)
Ilustrasi (pixabay.com)

KLIKANGGARAN -- Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga senjata manipulasi yang kerap dieksploitasi oleh penjahat untuk melancarkan aksi kriminal. Sebagai entitas yang hanya dimiliki manusia, bahasa memiliki dua sisi: sebagai alat pemersatu masyarakat dan sebagai instrumen licik untuk menipu, mencuri, atau bahkan menghancurkan.

Fenomena ini semakin nyata dalam kasus pencurian, di mana bahasa tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi antarpenjahat, tetapi juga untuk mengelabui korban. Masyarakat harus menyadari bahwa kejahatan tidak hanya terjadi melalui tindakan fisik, tetapi juga dimulai dari permainan kata, kode rahasia, dan teknik psikologis yang dirancang untuk menciptakan kelengahan.

Pertama, mari kita lihat bagaimana pencuri membangun "bahasa rahasia" untuk merencanakan aksi kriminal. Mereka menciptakan kode-kode spesifik seperti cross merah (ada penjaga), cross putih (non-penjaga), atau sandi PAB2 524 (Posisi Aman Buaran Blok 2, aksi jam 17.00-19.00).

Kode ini tidak hanya disampaikan melalui pesan terenkripsi, tetapi juga melalui coretan di dinding atau tiang listrik. Contoh konkret ini membuktikan bahwa bahasa berperan sebagai blueprint kejahatan. Jika masyarakat tidak memahami makna simbol-simbol tersebut, mustahil bagi mereka untuk mendeteksi ancaman yang mengintai.

Kedua, pencuri memanfaatkan momen kerentanan sosial, seperti bulan Ramadhan. Saat pola tidur dan aktivitas berubah akibat ibadah, penjahat justru meningkatkan intensitas aksinya.

Mereka menggunakan bahasa nonverbal—seperti isyarat tangan atau gestur tubuh—untuk mengidentifikasi target tanpa menarik perhatian. Ironisnya, situasi sakral seperti Ramadhan justru menjadi lahan subur bagi praktik kriminal yang didukung oleh sistem komunikasi terstruktur.

Tidak berhenti di situ, teknik social engineering menjadi bukti nyata manipulasi bahasa dalam kejahatan. Pencuri sering berpura-pura sebagai petugas keamanan, teknisi, atau bahkan kerabat korban untuk mengakses lokasi terlarang. Mereka menggunakan bahasa persuasif dan hipnosis verbal untuk membius kewaspadaan korban.

Misalnya, seorang penipu mungkin mengucapkan, "Bapak, ada kebocoran gas di kompleks ini. Saya perlu memeriksa meteran listrik secepatnya!" Kalimat tersebut dirancang untuk memicu kepanikan sekaligus kepercayaan, sehingga korban lengah dan membuka akses.

Lantas, bagaimana kita melawan ini? Pencegahan kejahatan harus dimulai dari pemahaman bahwa bahasa adalah garis pertahanan pertama. Berikut langkah-langkah krusial yang perlu diambil:

1. Pelatihan Deteksi Bahasa Manipulatif : Petugas keamanan dan masyarakat wajib dilatih untuk mengenali pola komunikasi mencurigakan, seperti penggunaan kode angka (misal: 524) atau istilah ambigu ( Strong = target potensial).

2. Analisis Forensik Linguistik : Polisi harus menggali rekaman percakapan atau pesan tersangka untuk mengungkap jaringan kejahatan. Kata-kata seperti PA (Posisi Aman) bisa menjadi bukti kuat dalam pengadilan.

3. Edukasi Publik tentang Modus Bahasa Pencuri : Kampanye melalui media sosial atau seminar komunitas perlu digencarkan untuk membongkar taktik seperti pemalsuan identitas atau hipnosis verbal.

4. Pengawasan Simbol dan Kode di Ruang Publik : Coretan di dinding atau tiang listrik harus dipantau secara berkala. Masyarakat perlu melaporkan simbol aneh yang mungkin menjadi penanda target kejahatan.

Tidak bisa dimungkiri: selama ini, kita terlalu fokus pada kejahatan fisik seperti perampasan atau pembobolan, tetapi abai terhadap akar masalahnya—komunikasi kriminal. Bahasa pencuri adalah ancaman nyata yang bekerja dalam senyap. Jika dibiarkan, sistem kode rahasia dan teknik manipulasi ini akan terus berkembang, bahkan mungkin menginfiltrasi platform digital yang lebih canggih.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Insan Purnama

Sumber: opini

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X