“Kamu bandel, Ru.”
Aku hanya menyeringai. Aku tahu apa maksud Moy. Harusnya aku hanya menceritakan soal kebahagiaanku bersama Yuna. Entah mengapa, aku hanya ingin melewati saja masa pacaran yang tak seberapa lama itu.
Masa itu memang indah. Aku dan Yuna kerap menghabiskan waktu bersama di kampus, di sela-sela kelas yang harus kami hadiri. Kami banyak mengobrol di kantin atau di taman kampus. Terkadang Yuna menemaniku jika aku harus menghadiri acara BEM, dan di lain waktu, aku menemani Yuna menjelajah lorong-lorong mal. Ya, Yuna senang sekali berburu kain segiempat dengan macam-macam motif yang selalu ia jadikan penutup kepala. Setidaknya dua kali dalam sebulan, aku menemaninya ke mal.
Seharusnya aku menceritakan masa itu kepada Moy, tetapi tidak. Sebab, semuanya seolah-olah tersapu bersih oleh apa yang dilakukan Yuna di hari-hari berikutnya.
“Kamu selalu membandel, Ru.”
Moy masih belum terima dengan ketidakpatuhanku.
“Aku minta maaf, Moy. Kamu selalu tahu alasannya, kan?”
Baca Juga: Dua Gelas Kisah Bagian Satu
Moy mengendikkan bahunya. Angin nakal kembali membuyarkan tatanan rambut perempuan di depanku. Oh, aku sungguh tidak tahan untuk menyentuhnya.
“Ya, aku tahu. Aku hanya tak ingin ceritamu cepat-cepat sampai ke masa itu.”
“Tetapi, Moy, kita tahu bahwa suatu saat kita pasti sampai ke sana.”
Moy hanya menunduk. Perempuanku ini belakangan agak pendiam, padahal celotehnya tidak pernah absen. Hal-hal sepele akan menjadi kisah yang luar biasa jika itu keluar dari bibir Moy.
“Ceritakan saja, Ru.”
***
Artikel Terkait
Monolog Sepatu Bekas
Cerpen: Wanita Jalang
Dua Gelas Kisah Bagian Satu
Dua Gelas Kisah Bagian Dua
Dua Gelas Kisah Bagian Tiga