Baca Juga: Mantan Wagub Sumbar Meninggal Dunia, Gubernur Instruksikan ASN Sholat Ghaib
Belum sampai Amora memarkir mobilnya, dilihatnya suaminya sudah berdiri bersandar di mobilnya, tak jauh dari tempatnya memarkir mobil. Matanya sembab, penampilannya pun semrawut, tampak sekali suaminya belum menjamah air.
Amora memarkir mobilnya, mengunci pintu, lalu melangkah mendekati suaminya. Ditatapnya lelaki itu sejenak, lalu dialihkannya pandangan pada mobil yang disandarinya. "Berapa hari nih, mobil nggak dicuci, Mas?"
Suaminya tak menjawab, menarik tangannya ke dalam pelukan. Amora kebingungan, tak tahu harus berkata apa. Sejenak angannya kembali pada bekas pukulan yang masih terasa nyeri di wajahnya. Ditatapnya lelaki itu setelah melepaskan pelukan.
"Maafkan aku," kata suaminya dengan wajah murung. Matanya memelas memohon maaf pada Amora yang masih bimbang.
"Mengenai apa ini, Mas?"
"Aku benar-benar minta maaf Amora. Aku memang laki-laki tak punya perasaan. Egois."
"Sebentar. Kalau mengenai pukulan itu, aku sudah memaafkanmu, Mas. Tak perlu sampai tak pulang begini."
"Kenapa kamu tidak menceritakannya padaku, Amora? Kenapa?" Kembali suaminya menangis dan memeluknya. Amora semakin kebingungan, entah apa belum dapat dirabanya, hingga dia tak tahu, ke mana arah pembicaraan suaminya.
"Apa yang harus kuceritakan?"
"Malam itu, sepulang dari kantor, kamu ke mana hingga sampai rumah larut malam?"
Baca Juga: Perum Perhutani Kurang Memahami Potensi Hutannya, Kata Seorang Aktivis
Amora menundukkan kepalanya. Kesedihannya adalah, suaminya masih belum dapat mempercayainya mengenai Radik, yang tak sengaja dia temui di rumah makan itu. Tapi, lelah membuatnya harus berkata jujur.
"Aku ke dokter."
"Lalu?"
Artikel Terkait
Puisi Basi untuk Sang Maha
Bisik-Bisik di Bawah Selimut
Belajar dari Film Selesai, Apa yang Ingin Disampaikan Tompi?
Tips Sukses Melewati Hari di Tengah Pandemi
Monolog Sepatu Bekas