"Sekalian mampir ke rumah Andri aja, Mas."
"Oh, iya ya, jalan ini searah ke rumah Andri.”
“Makasih, Mas.”
“Emang belum masuk kerja juga?"
"Belum, dan ini sudah hari ketiga. Aku juga belum bisa hubungi dia."
"Kamu masih ingat kan, rumahnya?"
"Lupa-lupa ingat, orang baru sekali ke sana. Tapi, aku ada alamatnya."
Baca Juga: Presiden Jokowi: Penyandang Disabilitas Perlu Diikutsertakan dalam Kegiatan Produktif
Selasih menyalakan radio. Sore merambat mendekati petang dan jalan yang mereka lalui mulai diramaikan orang-orang yang pulang dari kantor masing-masing. Selasih dan Burhan mengisi perjalanan dengan membahas pekerjaan masing-masing dan bertukar pikiran mengenai masalah yang mereka hadapi. Beberapa menit kemudian mobil memasuki sebuah komplek perumahan.
Burhan menghentikan mobilnya di pos penjagaan, menukar tanda pengenalnya dengan kartu tamu, lalu menerobos melewati beberapa blok. Sesekali Selasih mengingatkan Burhan untuk memperlambat mobil karena harus memperhatikan nomor rumah dengan seksama. Di pertigaan ketiga Burhan menghentikan mobil. Selasih memperhatikan nomor rumah yang menempel di pintu.
"Benar Mas, ini rumahnya."
Selasih turun dari mobil, memasuki halaman yang tidak begitu luas dan tidak berpagar, lalu menekan bel. Tak lama seorang gadis keluar.
Baca Juga: Ralf Rangnick Datang, Michael Carrick Memilih Meninggalkan Manchester United
"Ya, Bu, mencari siapa?"
"Ini benar rumah Bu Andri?"
Artikel Terkait
Cerpen: Wanita Jalang
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Satu
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Dua
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Tiga
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Empat
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Lima, Rumah Kaca
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Enam
Cerpen: Ternyata Kau Bukan Lelaki