"Iya, benar. Tapi, Tante Andri nggak di rumah. Saya keponakannya."
"Oh. Ke mana, ya? Saya Selasih, teman kantornya."
"Tante pulang kampung."
Gadis itu menunduk, raut wajahnya menyimpan mendung. Jantung Selasih berdetak kencang, menangkap hal tak enak.
“Pulang kampung?”
"Membawa jenazah Tono, sepupu saya."
"Membawa jenasah Tono?" Selasih tak sadar memegang pundak gadis itu. "Apa yang terjadi?"
"Tono meninggal, kemaren dalam aksi demo, Tante. Tadi pagi jenazahnya dibawa ke kampung. Tante Andri minta jenazahnya dimakamkan di makam keluarga di kampung."
"Ya, Tuhan."
Baca Juga: Risma Tekankan bahwa Dirinya Berpihak pada Penyandang Disabilitas
Petang seperti berderak sangat cepat bagi Selasih. Dia mematung, tak dapat berkata-kata. Setelah mengucapkan bela sungkawa pada keponakan sahabatnya, Selasih melangkah gontai memasuki mobil.
Burhan tercenung mendengar cerita istrinya. Ingatannya melayang pada mimpi yang dialami istrinya, tapi tak diucapkannya. Dicobanya menghibur istrinya yang terlihat sangat terpukul, lalu dibiarkannya istrinya tenggelam dalam lamunan.
"Kamu nggak apa-apa, Asih?" Burhan memecah bisu.
"Nggak apa-apa, Mas. Aku cuma kasihan sama Andri, Tono itu anak satu-satunya."
"Yah, kita tak dapat melawan kehendak-Nya."
Artikel Terkait
Cerpen: Wanita Jalang
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Satu
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Dua
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Tiga
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Empat
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Lima, Rumah Kaca
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Enam
Cerpen: Ternyata Kau Bukan Lelaki