Entah ada hubungan atau tidak dengan mimpi itu, Puniawati sepanjang hari teringat pada usaha mereka yang ada di Surabaya. Tiga bulan sudah tim kerja di sana tidak mengirimkan laporan keuangan, dan dilihatnya Aji masih tenang-tenang saja.
Beban baginya bukan hanya karena semua harta dan uang simpanan sudah ditanamkan di sana, tapi juga karena pemegang kendali keuangan di usaha itu adalah adik iparnya, Bima Hatmadja. Puniawati tak ingin menambah catatan hitam mengenai diri dan keluarganya di mata keluarga Aji.
Peristiwa di kantor Aji yang melibatkan nama Reno sudah cukup membuat Puniawati merasa harus lebih berhati-hati. Entah kenapa, ingatannya setiap hari melayang pada pembicaraan dengan Aji beberapa tahun lalu mengenai perusahaan itu, setelah semua kendali usaha berpindah ke tangan Aji.
"Mas, apa tidak ditunda dulu menambahkan modal baru pada usaha di Surabaya?" tanya Puniawati saat itu.
"Kenapa harus ditunda? Saat ini usaha kita di sana mengalami kemajuan sangat pesat. Bima sudah memberikan rincian sasaran pasar yang akan dibidik, dan aku sudah menyetujui untuk menambah modal, sesuai dengan yang dia ajukan," jawab Aji penuh keyakinan.
"Tapi, apa perlu sampai menggadaikan rumah?"
"Kamu tenang saja, semua pasti beres. Aku sudah membuat analisa perputaran uang dan angsuran bank. Paling lama satu tahun aku sudah bisa menutup pinjaman bank, tanpa harus mengurangi laba."
Masih jelas dalam ingatan Puniawati, waktu itu Aji tersenyum puas dan bangga. Dia mencoba menjelaskan bagaimana usaha itu dulu dimulainya dengan modal sangat kecil. Puniawati bahkan ingin mengatakan, usaha itu adalah keberuntungan yang diberikan Allah karena keisengannya.
Baca Juga: Menko Polhukam dan Mendagri Kunjungi Pulau Sekatung dan Pulau Laut yang Berbatasan dengan Vietnam
Saat mengunjungi adiknya di Surabaya, secara tak sengaja Puniawati bertemu temannya. Mereka berbincang beberapa lama, kemudian dia melihat celah dan pasar usaha yang bagus. Awalnya Puniawati hanya bertujuan mengajari adik perempuannya, Melia, bagaimana menghasilkan uang di sela kesibukannya mengurus rumah dan anak.
Melia, istri Bima, akhirnya secara perlahan dapat mengembangkan usaha kecil-kecilan itu di bawah pengawasan Puniawati. Sampai akhirnya menjadi usaha yang menguntungkan juga bagi Puniawati. Setelah Aji memegang kendali seluruh usaha, posisi Melia akhirnya juga dialihkan ke Bima.
Tak ada yang keberatan sebenarnya mengenai hal itu. Hanya saja, Puniawati melihat Aji semakin jarang mengawasi usaha itu. Semuanya seperti diserahkan secara utuh pada Bima. Bahkan Puniawati melihat, Aji terus mengucurkan tambahan modal, tapi tanpa penambahan pengawasan.
Makin lama tim kerja di Surabaya makin jarang mengirimkan laporan keuangan dan Aji terlihat tidak berusaha menegur para pegawai di sana. Bahkan, ketika pada bulan kesekian tak ada laporan keuangan sama sekali, Aji pun tak pernah berkunjung ke sana.
Baca Juga: Semifinal, Kakak Adik, Muara Enim dan PALI Bertemu di Cabor Sepak Bola Porprov XIII OKU Raya
Artikel Terkait
Novel Melukis Langit 2, Gumpalan Awan Hitam
Novel Melukis Langit 3, Pertemuan
Novel Melukis Langit 4, Keputusan
Novel Melukis Langit 5, Perselingkuhan
Novel Melukis Langit 6, Kenyataan Pahit
Novel Melukis Langit 7, Cintanya Ditelan Laut
Novel Melukis Langit 8, Bersenggama dengan Laut
Novel Melukis Langit 9, Gadis di Pangkuannya
Novel Melukis Langit 10, Seorang Gadis Lain di Sebuah Mahligai
Novel Melukis Langit 11, Luka di Atas Luka