KLIKANGGARAN – Selamat petang, bersama saya lagi, yang sedemikian merindukan pembaca. Tentu saja masih dengan novel Melukis Langit. Semoga hari ini adalah hari yang indah untuk pembaca.
Diksi tentang duka masih menari dengan indah di novel Melukis Langit babak lalu. Masih mengasah Puniawati untuk bisa mengatasi prahara dalam hidupnya.
Apa yang akan disajikan novel Melukis Langit selanjutnya? Setelah menemukan suaminya berada di hotel bersama perempuan lain, apa yang akan dilakukan Puniawati kemudian?
Yuk, meluncur ke novel Melukis Langit bagian sebelas. Semoga pembaca menemukan sesuatu di dalamnya.
∞
Baca Juga: PPTK Smart City Bungkam Terkait Mega Proyek Senilai Rp13,5 Miliar
Puniawati membagikan senyum, kemudian segera berlalu dari sana saat dirasakannya air mata sudah memaksa hendak keluar. Dia berjalan hampir berlari meninggalkan ruangan dingin hotel, yang di kulitnya terasa seperti jilatan api. Tak dipedulikannya senyum penuh tanda tanya dari petugas keamanan.
Panas matahari juga tak dirasakannya lagi, Puniawati menyeberangi jalan, mencari tempat memesan kopi. Sebuah mobil yang melaju dengan cepat membunyikan klakson nyaring dan panjang, hampir saja melanda tubuh Puniawati yang limbung. Puniawati tak peduli, berjalan tanpa menoleh pada pengemudi yang mengeluarkan kepala dan menghardiknya.
Sampai di sebuah warung kecil, segera dipesannya kopi. Tak lama pesanannya datang, ditiupnya kopi dengan pikiran melayang entah ke mana, lalu diminumnya sampai tandas. Begitu seterusnya, perempuan itu terlihat sangat lemah.
Menenggak kopi seperti air putih, bertambah dan bertambah lagi beberapa gelas, juga beberapa bungkus kretek. Puniawati hampir mengira dirinya sudah mendekati hilang akal. Ditatapnya gelas-gelas kopi kosong di meja, jemarinya masih dingin dan gemetar menahan jerit dan air mata.
Puniawati merasakan seluruh pori-pori di tubuhnya perih, disusul dengan badan menggigil kedinginan. Dia merasakan dadanya nyeri berangsur sesak, napas seperti tersumbat. Tak lama kemudian terlihat Puniawati tersenyum dengan mata penuh air. Dia mengira dirinya akan segera melayang ke langit, meninggalkan semua kenistaan di dunia yang baginya seperti kisah fiksi.
Ibu pemilik warung yang sedari tadi berdiri diam-diam di balik etalase, menatap perempuan di depannya heran sekaligus iba. Puniawati tahu itu, tapi tak peduli lagi. Lima gelas kosong tergeletak di meja bersama tiga bungkus kosong kretek.
Matahari sudah hampir tenggelam, tapi Puniawati masih menatap jalanan kosong di depan hotel. Tak ada tanda-tanda suaminya keluar dari hotel itu. mobil suaminya pun masih teronggok diam di depan hotel. Akhirnya dia tinggalkan warung kopi dengan bimbang. Dia kecewa menemukan dirinya masih bernapas.
Artikel Terkait
Novel Melukis Langit 1, Memeluk Prahara
Novel Melukis Langit 2, Gumpalan Awan Hitam
Novel Melukis Langit 3, Pertemuan
Novel Melukis Langit 4, Keputusan
Novel Melukis Langit 5, Perselingkuhan
Novel Melukis Langit 6, Kenyataan Pahit
Novel Melukis Langit 7, Cintanya Ditelan Laut
Novel Melukis Langit 8, Bersenggama dengan Laut
Novel Melukis Langit 9, Gadis di Pangkuannya
Novel Melukis Langit 10, Seorang Gadis Lain di Sebuah Mahligai