Novel Melukis Langit 11, Luka di Atas Luka

photo author
- Rabu, 24 November 2021 | 20:47 WIB
Novel Melukis Langit (Dok.klikanggaran.com/Blackrose)
Novel Melukis Langit (Dok.klikanggaran.com/Blackrose)

“Dia berkembang lebih cepat dari hembusan napas, dan pergi tiba-tiba tanpa bertanya dulu padamu, apakah kau mengizinkannya pergi atau tidak. Kalaupun kau izinkan dia pergi, maka dia tak akan tinggalkan bekas, tapi jika kau masih mencarinya, dia akan meninggalkan noda hitam yang kelak akan membuatmu terlelap dalam pencarian.”

Baca Juga: Pembangunan RSUD Muara Beliti Diduga Tidak Akan Selesai Akhir Tahun, Pemkab Musi Rawas Diminta Cermat!

Itulah kalimat Atma yang sedang direnungkan Puniawati. Duduk menekuni kepulan asap putih dan secangkir kopi, hatinya masih membisikkan rindu dan cinta yang tak mungkin diraihnya.

Mempertanyakan cinta di antara dirinya dan Aji bagi Puniawati sudah tak ada gunanya lagi. Dia merasa seperti sudah tak mengenali suaminya lagi. Aji makin tertutup padanya, terutama soal bisnis.

Sementara membahas cinta antara dirinya dan Atma? Puniawati mengibaskan kepalanya, mencoba kembali ke dunia nyata.

“Sudahlah. Atma hanya ada di dalam mimpi, aku hanya bisa bertemu dengannya di dalam mimpi, untuk apa aku memikirkannya?” gumamnya sendiri sambil menatap angina malam.

“Aku akan menikmati semua apa adanya, dengan sederhana,” gumamnya lagi, lalu meneguk kopi sekaligus aromanya.

“Kau selalu katakan cinta walau hanya dalam mimpi, Atma. Walau getir aku menikmatinya, karena aku juga mencintaimu.” Mengisap kretek.

“Benarkah kamu mencintaiku?”

Baca Juga: Menko Polhukam dan Mendagri Kunjungi Pulau Sekatung dan Pulau Laut yang Berbatasan dengan Vietnam

Tiba-tiba Aji sudah berada di depannya dan berlutut dengan wajah berbinar. Matanya tak lepas dari Puniawati yang wajahnya pucat pasi seketika bagai bulan merintih. Kesadarannya bagai tombak menancap pada rindu yang segera terputus. Matanya nyalang menatap Aji, antara takut dan rasa bersalah.

“Apa?” tanya Puniawati, tak tahu apa yang harus dia ucapkan.

“Barusan kamu bilang, kamu mencintaiku. Benarkah itu?”

“Oh, ya benarlah, kan aku istrimu, Mas.” Semakin pucat.

“Bukan terpaksa?”

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kitt Rose

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Mirwa dan Lautan

Jumat, 11 April 2025 | 08:17 WIB

Nala, si Pemalas

Rabu, 27 November 2024 | 13:54 WIB

Si Kacamata Hitam dan Pengamen Jalanan

Rabu, 27 November 2024 | 06:49 WIB

Peristiwa Aneh di Rumah Nenek

Minggu, 24 November 2024 | 17:06 WIB

Elena Valleta: Si Putri Hutan

Minggu, 24 November 2024 | 09:01 WIB

Melodi yang Tidak Selesai

Jumat, 22 November 2024 | 07:04 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Mempelai Dua Dunia

Kamis, 24 Oktober 2024 | 22:52 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Rumi di Bukit Terlarang

Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:11 WIB
X