“Jangan cari masalah, Nini.”
“Aku nggak cari masalah.”
"Yang pantas, maksudku," sahut Aji mulai terpancing.
"Emang, kerja di tempat karaoke itu nggak pantas?" Menuju sasaran.
"Jelas! Untukmu, tempat itu sangat tidak pantas."
"Alasannya?"
Baca Juga: Pelaksanaan Angkutan PTDS Kontainer, Pupuk Kaltim Kehilangan Kesempatan Berhemat Rp1 Miliar
"Banyak, antara lain, di sana banyak om-om dan laki-laki iseng. Kamu bisa menjadi korban keisengan mereka. Aku tentu saja nggak mau itu terjadi."
"Lalu, kalau Mas Aji tahu tempat itu nggak benar, kenapa Mas bisa secara rutin menyambangi tempat itu?" Kesakitan.
"Maksudmu sebenarnya apa, sih?" tanya Aji makin geram, matanya merah.
"Nggak usah pura-pura lagi, Mas. Sekarang jelaskan padaku, kenapa aku nggak boleh bekerja di sana, sementara Mas Aji hobi ke sana? Posisi kita sama, kan? Mas Aji mengencani pegawai perempuan di sana, bahkan sampai sering nggak pulang. Aku juga tidak akan menolak jika ada lelaki yang ingin mengencaniku."
Braak!!!
Tubuh Puniawati terhentak, dadanya nyeri, serasa hampir berhenti berdetak. Aji tak dapat menahan diri, menggebrak meja makan dengan wajah memerah.
Baca Juga: Dugaan Korupsi PCR, CBA: Lingkaran Luhut Ramai-Ramai Pasang Badan
Puniawati yang hampir terpancing sekuat tenaga menahan diri agar tidak mengikuti amarah suaminya, pun tidak meneteskan air mata. Dicobanya dengan keras untuk tetap tenang. Jemarinya dingin, bahkan tubuhnya bergetar hebat, tak dihiraukannya.
Artikel Terkait
Novel Melukis Langit 1, Memeluk Prahara
Novel Melukis Langit 2, Gumpalan Awan Hitam
Novel Melukis Langit 3, Pertemuan
Novel Melukis Langit 4, Keputusan
Novel Melukis Langit 5, Perselingkuhan
Novel Melukis Langit 6, Kenyataan Pahit
Novel Melukis Langit 7, Cintanya Ditelan Laut
Novel Melukis Langit 8, Bersenggama dengan Laut