Novel Melukis Langit 9, Gadis di Pangkuannya

photo author
- Kamis, 11 November 2021 | 21:55 WIB
Novel Melukis Langit (Dok.klikanggaran.com/Blackrose)
Novel Melukis Langit (Dok.klikanggaran.com/Blackrose)

"Tidak perlu seperti ini, Nin. Jelaskan, apa maksudmu!"

"Maksudku, siapa lagi Linda?”

Mata Aji terbelalak. Menyala kian merah.

“Mas Aji sudah berjanji untuk berhenti berpetualang. Kalau Mas menyukai dia, ya silakan, aku tidak melarang. Aku juga akan menjadi Linda di tempat lain dan bukan di pangkuanmu," jawab Puniawati sambil mengepulkan asap kreteknya dengan tenang.

Aji mendengus, lehernya kering, bibirnya kaku, kehabisan kata-kata.

"Sudah lama aku memikirkan hal ini, Mas. Mungkin aku sudah tidak dapat membuat bahagia lagi, sampai Mas Aji harus mencarinya di luar sana. Untuk itu kita berjalan sendiri-sendiri saja mencari kebahagiaan, kalau memang itu yang Mas inginkan." Puniawati mengakhiri kalimat sambil beranjak meninggalkan meja makan.

Baca Juga: KPK Periksa Delapan Saksi Atas Tersangka Dodi Reza, Salah Satunya Penasihat Hukum

Dibiarkannya Aji termangu sendiri. Dia sengaja menghindar agar perdebatan tidak semakin runcing, agar tidak perlu menyaksikan wajah malu suaminya, jika suaminya memang merasa malu. Agar tidak perlu juga menjelaskan bagaimana saat dia terpaksa harus berperan sebagai detektif untuk suaminya sendiri.

Bukan saja dirinya tidak akan sanggup menyaksikan penyesalan yang mungkin akan dilihatnya di wajah sang suami, tetapi dia sendiri tidak yakin bahwa dirinya masih dapat menyimpan amarah dan air mata.

Menutup pintu kamar perlahan, Puniawati tak ingin lagi menahan air mata. Dibiarkannya air bening itu mengalir deras di pipinya yang kian tirus, berharap dapat membersihkan hati yang kian porak poranda.

Sementara Aji merasa kehabisan perbendaharaan kata saat menatap istrinya berlalu. Lelaki itu berdiri kaku. Dia sangat mengenal Puniawati. Jika dalam perbincangan istrinya sampai meninggalkan arena diskusi, itu artinya sang istri sudah tidak dapat lagi menahan amarah dan kesedihan.

Sikap ini yang kadang sangat disukai Aji. Menyerang ke pokok permasalahan tanpa membuat satu sama lain terhina, dan mengalah untuk sementara hingga mereka tak perlu terlibat perdebatan dan pertikaian. Dia tak pernah menjumpai istrinya berteriak padanya, seperti yang dilakukan istri teman-temannya menurut cerita mereka.

Bersambung….

Mungkin teman Anda tertarik dengan novel ini. Mohon bantu share kepadanya, ya. Terima kasih telah menjadi pembaca setia klikanggaran.com*

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kitt Rose

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Mirwa dan Lautan

Jumat, 11 April 2025 | 08:17 WIB

Nala, si Pemalas

Rabu, 27 November 2024 | 13:54 WIB

Si Kacamata Hitam dan Pengamen Jalanan

Rabu, 27 November 2024 | 06:49 WIB

Peristiwa Aneh di Rumah Nenek

Minggu, 24 November 2024 | 17:06 WIB

Elena Valleta: Si Putri Hutan

Minggu, 24 November 2024 | 09:01 WIB

Melodi yang Tidak Selesai

Jumat, 22 November 2024 | 07:04 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Mempelai Dua Dunia

Kamis, 24 Oktober 2024 | 22:52 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Rumi di Bukit Terlarang

Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:11 WIB
X