Kenapa kau menghilang ketika aku berada di masa sulit dan membutuhkan kehadiranmu? Kenapa kau tega berkhianat ketika aku sanggup melakukan segalanya untukmu, bahkan mempertaruhkan nyawaku sendiri?"
Tiba-tiba, sang mantan turut menangis. "Maafkan aku, Bimo. Maafkanlah. Aku sama sekali tak punya niat untuk memperlakukanmu seperti itu. Tetapi aku pun tak bisa apa-apa. Orang tuaku tahu tentang perkaramu, dan mereka melarang keras jika aku berhubungan lagi denganmu.
Sampai akhirnya, mereka memaksaku untuk menikah dengan seorang lelaki yang kaya raya, yang merupakan suamiku saat ini."
Bimo pun termenung mendengar penjelasan itu, seolah tersentuh.
"Kau tahu, aku tak pernah merasa bahagia hidup sebagai istri kedua dan istri rahasia lelaki itu. Andai saja aku punya kebebasan untuk memilih, aku akan memilih untuk tetap hidup bersamamu," timpal sang mantan.
Dan akhirnya, Bimo mulai memahami sebab perpisahan di antara mereka. Dengan begitu saja, ia pun menggengam tangan sang mantan. "Aku pun masih sangat mencintaimu. Dan mulai saat ini, aku tak ingin kita terpisah lagi.”
Sang mantan kemudian mengangguk dan tersenyum haru.
Akhirnya, tanpa kata-kata penegasan, mereka kembali menjadi sepasang kekasih.
Di tengah remang cahaya, mereka pun kembali saling mendiamkan dengan pertautan hati yang baru. Mereka hanya saling menatap dengan penuh perhatian, seolah mereka sama-sama mengenang masa lalu mereka yang indah, sembari mengangankan masa depan yang membahagiakan.
Sesaat kemudian, Bimo berencana untuk menyempurnakan penyimpangan misinya. "Sekarang, demi keselamatan dan masa depan kita berdua, kita harus merekayasa keadaan seolah-olah aku telah berhasil membunuhmu.”
Sang kekasih mengangguk setuju. "Baiklah."
Akhirnya, malam itu, berbekal bahan pewarna seadanya, mereka merekayasa tipuan dengan membuat sang kekasih seolah-olah telah terkapar tak berdaya dengan kepala yang berdarah tertembak peluru.
Bimo lantas memotret tampilan itu untuk menjadi bukti kepada Leo, sang bos, juga sang pemesan pembunuhan, bahwa pembunuhan benar-benar telah terjadi.
Malam itu juga, Bimo mengatur pelarian. Dengan sigap, ia mengurus keberangkatan sang kekasih ke pulau seberang, dengan janji untuk bertemu dan hidup bersama di hari esok. Sampai akhirnya, lewat pesawat udara, sang kekasih pun terbang ke tanah pelariannya untuk menghilang dan mengesankan seolah-olah ia memang telah terbunuh dan dibuang entah di mana.
Pada malam itu juga, Bimo menyerahkan foto pembunuhan rekayasanya kepada Leo, untuk kemudian diteruskan kepada sang bos dan sang pemesan pembunuhan.