Aku bicara banyak hal. Aku menceritakan banyak momen. Kami duduk bersila, berhadapan, saling menatap. Tangan Dez tidak lepas dariku bahkan ketika bicaraku berapi-api. Aku tahu, jika tangannya terlepas, aku pun akan lepas. Dez membuatku tetap menjejak bumi.
Baca Juga: 5 Top Persenjataan Buatan Rusia yang Diminati Banyak Negara!
Tiba-tiba aku teringat perkataannya beberapa bulan lalu ketika aku baru satu bulan pindah bekerja.
Dez bilang bahwa sebenarnya tidak ada yang bisa membuatku menderita. Sakit itu datang hanya karena aku membiarkannya mendekat, mengizinkannya menjajah tubuh dan pikiranku. Aku seharusnya menghalau sejak awal. Katanya, aku bisa, aku sanggup. Hanya saja, aku terlalu sering lupa.
“Dez?”
“Ya?”
“Masih ingin bersamaku setelah semua ini?”
Dez memandangiku nyaris tanpa berkedip.
Baca Juga: Menyimak Layangan Putus, dalam Perselingkuhan Mereka, Siapa yang Salah Aris atau Lydia?
“Sebenarnya, aku tidak perlu menjawab pertanyaan itu. Bukan karena kamu berkali-kali menanyakannya dan kamu hafal jawabannya, tetapi karena pertanyaan itu tak perlu muncul.”
Dez menunduk, memandangi tangan kami yang bertaut.
“Tidak ada yang berubah, Em. Semua mengalir sesuai perannya. Apa pun yang terjadi, padamu juga padaku, tidak akan mengubah apa yang memang seharusnya terjadi: kita.”
Bahkan, ketika aku berada di titik terjauh, terdalam, terpekat, Dez tidak meninggalkanku. Aku tahu, terkadang manusia mencapai kejenuhan yang tak terduga, tetapi tidak dengan Dez. Sekesal apa pun ia dengan kondisiku, tangannya tak pernah lepas mendekapku.
***
Segalanya tetap sama, sejak awal mula, sejak pertama kali aku menghampirinya yang duduk di pelataran Starbucks dengan setumpuk dokumen serta naskah-naskah. Aku tetap mencintai perempuan yang sama dengan yang hari ini berada di dekapanku. Memang, banyak yang berubah dari Em, bahkan aku pun berubah. Akan tetapi, ikatan kami tetap sama, tidak ada yang berubah.