fiksi

Pelangiku untuk Gaza

Selasa, 21 September 2021 | 08:22 WIB
Ilustrasi: Pelangiku untuk Gaza (Pixabay/hosny_salah)


Aku melepas keberangkatan Gita, calon istriku, di bandara. Kami sama-sama menangis, walau dengan alasan yang berbeda. Aku menangis karena kami akan berpisah untuk waktu yang entah. Sementara Gita, menangisi keikhlasanku yang memberinya izin untuk menjadi sukarelawan di Gaza.

Sesungguhnya aku mengutuk adanya pandemi ini. Benar-benar mengacaukan segalanya. Seharusnya, tahun ini kami akan melangsungkan pernikahan. Persiapan perhelatan besar yang menjadi impian Gita sudah 90% selesai. Aku mempercayakan sebuah Wedding Organizer yang cukup ternama untuk mengurus semuanya. Jasa mereka sudah kulunasi dari uang tabunganku selama bekerja menjadi konsultan pajak. Aku benar-benar ingin Gita bangga karena sudah memilihku. Namun, semua harus tertunda untuk batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Pihak pemerintah Indonesia menjembatani kepeduliannya pada anak-anak dan itu yang membuatnya semakin merasa terpanggil untuk berangkat ke Gaza.

*
Dengan begitu mudah Gita bisa melewati perairan menuju Gaza walau rasanya sulit dicerna dengan logika. Area itu sudah diblokade sejak beberapa tahun terakhir, pembatasan tambahan juga diberlakukan untuk mengatasi penyebaran virus Corona. Jangankan sukarelawan asing, penduduk asli saja sepertinya sangat sulit mengaksesnya.

Memantau perkembangan tentang Gaza di tengah-tengah jam kerja melalui internet menjadi rutinitas wajibku semenjak Gita berada di sana. Sudah 6 bulan kami terpisah dan angka penyebaran virus Corona yang melonjak tajam membuatku semakin mengkhawatirkan keadaannya.

Baca Juga: Shah Abbas I: Raja Kelima Dinasti Safawi Iran

Sesungguhnya ini bukan kali pertama kami berhubungan jarak jauh. Dulu, Gita pun mengenyam pendidikan di Singapore dan aku di Jakarta. Tapi situasinya jauh berbeda, keadaan di Gaza tidak seaman di Singapore atau Jakarta. Aksi serangan di antara kedua kubu semakin menggila. Rudal-rudal dilepaskan Hamas ke Israel, begitu pun sebaliknya. Aku tak sanggup membayangkan bagaimana jika Gita menjadi salah satu korbannya. Bagaimana dengan rencana kebahagiaan yang sudah kami impikan sejak 8 tahun yang lalu?

Aku melihat wajah kekasihku yang sumringah dari layar ponsel. Kami melakukan panggilan video. Dari senyumnya di balik masker aku tahu dia baik-baik saja dan semoga akan selalu baik-baik saja. Gita tinggal bersama sahabatnya, Ahhibat, yang dinikahi pria bernama Ilham seorang jurnalis asli Indonesia. Aku tak habis pikir mengapa Ilham tidak membawa istri dan anak-anak mereka untuk tinggal di Indonesia saja.

“Lalu, kapan kamu akan pulang? Aku takut kamu akhirnya jadi korban,” tanyaku di ujung percakapan setelah hampir satu jam mendengar rentetan cerita tentang anak-anak yang kini sangat menjadi pusat perhatiannya.

“Jika iya, itu sudah takdirku, Sayang,”

“Ringan sekali ucapanmu,” balasku cepat.

“Hanya dua kemungkinan yang akan terjadi di sini. Mati karena serangan rudal atau mati karena menahan rindu, aku lebih pilih yang pertama, rasa sakitnya tidak akan terlalu lama,” Gita melancarkan humor romantisnya yang membuatku semakin rindu.

Baca Juga: Rumi, Putra Afganistan, Karya-karyanya Memberi Inspirasi hingga Kini

“Kamu perempuan, yang kodratnya dijaga laki-laki. Tapi, kamu terlalu mandiri. Terkadang aku merasa payah,”

“Sayang, jangan pernah lagi menyebut dirimu seperti itu. Apa yang aku lakukan saat ini semata-mata hanya karena aku pernah kehilangan keluargaku saat masih kanak-kanak, walaupun dengan alasan kematian yang berbeda. Namun, saat itu aku benar-benar merasa sendiri. Aku ingin ke sini untuk menghibur anak-anak yang kehilangan anggota keluarganya. Aku tak ingin air mata mereka kering dengan sendirinya, aku ingin mengusapnya dan menceritakan tentang pelangi yang akan muncul setelah hujan.”

Kalimat terakhir yang Gita ucapkan menghentikan konfrontasi di antara kami. Ia sukses membuatku bungkam. Ya, bukan hanya anak-anak itu yang sedang menunggu pelangi. Pun aku yang juga akan menunggu sampai pelangi itu muncul di sini, menjadi mempelai wanitaku.

Halaman:

Tags

Terkini

Mirwa dan Lautan

Jumat, 11 April 2025 | 08:17 WIB

Nala, si Pemalas

Rabu, 27 November 2024 | 13:54 WIB

Si Kacamata Hitam dan Pengamen Jalanan

Rabu, 27 November 2024 | 06:49 WIB

Peristiwa Aneh di Rumah Nenek

Minggu, 24 November 2024 | 17:06 WIB

Elena Valleta: Si Putri Hutan

Minggu, 24 November 2024 | 09:01 WIB

Melodi yang Tidak Selesai

Jumat, 22 November 2024 | 07:04 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Mempelai Dua Dunia

Kamis, 24 Oktober 2024 | 22:52 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Rumi di Bukit Terlarang

Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:11 WIB