“Sudahlah, Ru,” Moy kembali ke kursi di hadapanku, tangannya mulai bermain-main lagi dengan gelas kopi, “kalau kamu tidak mau lagi bicara soal itu, lebih baik lanjutkan saja ceritamu.”
Jangan bersedih, Moy. Aku sedang mengumpulkan keberanianku untuk memberi tahumu soal itu. Bersabarlah sedikit lagi sementara kulanjutkan ceritaku.
***
Yuna benar-benar meninggalkan rumah kami. Bahkan, seminggu setelahnya, ia juga membawa anak-anak. Aku tahu, aku seharusnya menahan anak-anak, tetapi mereka lebih memilih ikut dengan ibunya.
Aku pasrah, aku menyerah. Kuajukan cuti satu minggu ke kantor, dan selama tujuh hari itu, aku tak ubahnya gelandangan. Sendirian di rumah, makan serta mandi seingatnya, menghabiskan puluhan batang rokok dalam satu hari, dan aku mulai melihat bayangan-bayangan tidak mengenakkan.
Sedikit kewarasan yang tersisa memaksaku untuk menelepon Ferdi. Hanya Ferdi yang berada di kota ini. Bima sudah tinggal di Jakarta dan hanya akan pulang satu tahun sekali di kala Idulfitri. Jadi, Ferdi adalah penyelamatku. Itu pun jika ia tidak sibuk.
“Seriously, Ru? Bau rumah ini seperti krematorium,” kata Ferdi sesaat setelah aku membukakan pintu untuknya.
Aku tidak membalasnya. Kujatuhkan tubuhku di sofa panjang, kutatap langit-langit rumah yang tampaknya sudah menjadi pemandangan favorit akhir-akhir ini. Ferdi pun tidak mencecarku lagi. Kulihat ia malah membersihkan dua asbak yang ada di meja ruang tamu, membuka pintu yang menghubungkan ruang makan dan halaman belakang, lalu menyalakan kipas angin di ruang tengah.
“Aku tahu kamu pasti bosan mendengar ocehanku, Ru, tetapi ada baiknya kamu tinggal sementara di rumah ibumu. Aku justru khawatir jika kamu di rumah ini sendirian. Kita tidak tahu makhluk apa yang bisa lewat di depanmu dan membuatmu melakukan hal-hal gila. Di rumah ibumu, setidaknya kamu punya teman bicara. Ibumu pasti mengerti jika kamu jelaskan semuanya pelan-pelan.”
Ibu.
Sudah lama aku tidak bertemu Ibu. Aku bahkan belum bercerita soal Yuna kepada Ibu. Apa reaksi Ibu nanti kalau tahu Yuna mencampakkanku? Bagaimana perasaan Ibu jika tahu kedua cucunya dibawa serta oleh Yuna?
Ibu pasti sangat sedih.
“Ru?” Ferdi masih menunggu jawabanku dan aku masih bergeming untuk beberapa menit. “Aku tidak punya waktu seharian penuh. Ada pertemuan yang harus aku hadiri satu jam lagi.”