KLIKANGGARAN - Proyek LED Display di Gedung Nusantara I DPR RI senilai Rp43 miliar berpotensi rugikan negara. Pasalnya, terdapat sejumlah permasalahan yang terkait penggunaan anggaran dalam belanja kegiatan tersebut.
Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK), diketahui pengadaan proyek LED Display Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara I DPR yang dianggarkan pada tahun anggaran 2019 yang lalu bertujuan untuk melengkapi Ruang Sidang Paripurna dengan fasilitas Monitor Layar Lebar. Sehingga pada saat sidang berlangsung dapat ditampilkan informasi-informasi pendukung yang diperlukan.
Dalam pelaksanaan proyek LED Display di gedung DPR, Sub Bagian Elektrikal pada Biro Pengelolaan BMN ditunjuk sebagai penanggung jawab pelaksanaan pekerjaan.
Adapun rekanan yang terlibat dalam proyek LED Display di Gedung Nusantara I DPR RI itu yakni:
Baca Juga: Polisi Ungkap Kondisi Tubagus Joddy, Sopir Vanessa Angel, Bagaimana Katanya?
- PT MCP telah ditunjuk sebagai konsultan perencana sesuai dengan SPK No.522131/SPK/LIS/PLAN-LED NS/12/INST/2019 tanggal 12 Juli 2019 dengan nilai kontrak sebesar Rp165.330.000,00. Hasil perencanaan (Rincian Anggaran Biaya/RAB) yang dibuat oleh PT MCP telah diserah terimakan berdasarkan BAST Nomor: 522131/MA/LIS/PLAN-LED NS/ 15/INST/2019 tanggal 12 Agustus 2019.
- PT RKK sebagai Konsultan Pengawas sesuai dengan SPK Nomor. 522131/SPK/LIS/WAS-INLED/12/INST/2019 tanggal 18 September 2019 dengan nilai kontrak sebesar Rp94.875.000.
- PT KJA sebagai pemenang lelang kegiatan Pengadaan Indoor LED Display Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara I DPR sesuai dengan Surat Perjanjian Nomor.09/SP/INDOOR LED/LP/IX/2019 tanggal 18 September 2019 dengan nilai kontrak sebesar Rp40.728.101.000.
Informasi yang dihimpun Klikanggaran atas pemeriksaan dokumen perencanaan dan kontrak pelaksanaan pekerjaan tersebut oleh auditor negara diketahui terdapat sejumlah permasalahan. Seperti Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang tidak sesuai ketentuan. Kemudian PPK proyek lalai dalam menetapkan HPS.
Di mana, terdapat perbedaan uraian pekerjaan antara RAB HPS, Analisa Biaya, dan RAB yang diupload ke LPSE. Diketahui terdapat tiga dokumen (RAB HPS, Analisa Biaya dan BQ yang diupload ke LPSE) yang memiliki uraian pekerjaan yang berbeda.
Perubahan atas uraian pekerjaan tersebut tidak didukung dengan dokumen pendukung yang valid dan tidak terdapat revisi atau penyesuaian atas HPS dan Analisa Biaya yang ditetapkan oleh PPK, sehingga penambahan pekerjaan pada BQ yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan lelang tidak memiliki HPS dan Analisa Biaya yang tepat dan sah.
Baca Juga: Alamak! Ruhut Sitompul alias Bang Poltak dari Medan Komentari Polemik Isu Test PCR
Parahnya lagi, berdasarkan hasil perhitungan ulang atas Analisa Biaya yang digunakan sebagai dasar penentuan HPS diketahui, terdapat kesalahan jumlah atas nilai HPS sebesar Rp139.444.938 (setelah pajak).
Hal tersebut menyebabkan HPS yang ditetapkan oleh PPK menjadi lebih tinggi sebesar Rp139.444.938, sehingga tidak mencerminkan nilai riil perhitungan biaya.