Islam Nusantara: Apakah Aliran Baru yang Cenderung Sesat dan Menyimpang?

photo author
- Senin, 2 Januari 2023 | 19:34 WIB
Kubah Masjid (Canva)
Kubah Masjid (Canva)

KLIKANGGARAN -- Islam Nusantara sering dipahami sebagai aliran baru yang cenderung sesat dan menyimpang dari Islam.

Tidak sedikit yang menuduhnya seakan agama baru. Pandangan negatif tentang Islam Nusantara ini begitu masif karena disuarakan oleh tokoh-tokoh umat yang menjadi panutan.

Namun sejauh pengamatan saya, pandangan negatif tersebut lebih banyak berbasis praduga tanpa referensi ilmiah yang memadai. Kalaupun ada, dia dikaitkan dengan referensi tentang suatu paham sesat yang lain dan kemudian disamakan begitu saja dengan Islam Nusantara.

Saking meluasnya paham negatif ini, sehingga semua hal-hal yang menyimpang dari Islam langsung dikaitkan dengan Islam Nusantara.

Mengumandangkan adzan dan sholawatan di gereja, suatu ajaran tarekat yang menyimpang, sholawatan dengan joged, atau menggubah kalimat2 Barzanji dengan bahasa Indonesia, semua disangkutpautkan dengan Islam Nusantara.

Padahal tidak ada hubungannya sama sekali. Menyimpang ya menyimpang aja, dari dulu ajaran yang semacam itu sudah ada. Bahkan saking sinisnya sampai ada yang bilang kain kafan penganut Islam Nusantara pakai kain batik, bukan kain putih. Weleh.. weleh..

Saya sendiri awalnya termasuk yang skeptis dengan penjelasan mereka yang bersuara negatif, namun semangat ilmiah obyektif mendorong saya mengkaji pendapat-pendapat yang ada, dan kesimpulan saya seperti tulisan diatas. Silakan bila berbeda pendapat, saya sangat menghargai.

Padahal Islam Nusantara bukanlah aliran baru, apalagi agama baru, yang sesat dan menyesatkan.

Islam Nusantara hanya istilah baru, bukan barang baru, yang dicetuskan oleh sebagian kyai dan pengurus NU beberapa tahun lalu. Islam Nusantara hanyalah memperjelas kekhasan Islam di bumi Nusantara, tidak lebih.

Tidak merubah ajaran Islam sama sekali, apalagi membuat aliran baru. Ajaran Islam ketika diekspresikan oleh suatu kaum, maka terdapat ciri khas disana. Gambaran sederhananya, shalat dimana saja sama, dibelahan bumi manapun itu sama.

Namun bentuk masjid, pakaian shalat, bahkan langgam irama bacaan Al-Qur'an seringkali berbeda antar daerah. Di Arab kita mengenal pakaian gamis, di Pakistan ada Kurta, di wilayah Nusantara kita pakai sarung.

Puasa Ramadhan dimana-mana sama, buka puasanya berbeda, ada kurma, ada lontong, ketupat dan sebagainya. Begitu pun dalam budaya keberagamaan, bagaimana tata sosial, politik, dan lainnya memiliki kekhasan masing-masing.

Kita bersyukur karena memiliki modal sosial yang kuat di negeri kita, sehingga perbedaan sebanyak apapun (ingat: Indonesia negara sangat plural) tidak membawa konflik yang menghancurkan.

Inilah diantara kearifan lokal Nusantara yang berbeda dengan dunia Arab, misalnya, yang kini porak poranda akibat konflik yang menghancurkan dirinya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Insan Purnama

Sumber: opini

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X