Klikanggaran.com--Seorang guru mengemban amanah dalam mendidik generasi. Tugas guru tidak hanya mengajar secara fisik di dalam kelas, tetapi juga melibatkan batin yang tidak dibatasi sekat-sekat ruang kelas. Pasal 1 ayat 1 UU No. 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Aktivitas mendidik tertulis di bagian pertama tugas seorang guru. Bahkan, disebutkan juga bahwa guru adalah seorang pendidik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Untuk menjalankan amanah mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang, seorang guru perlu megeluarkan segala daya dan upaya yang dimilikinya. Proses pengajaran dan pelatihan dianggap sarana untuk mendewasakan manusia. Tentu saja hal ini membutuhkan sosok guru yang siap lahir batin dalam mengemban amanah mulia ini.
Dalam buku monumental The 7 Habits of Highly Effective People karya Stephen Covey, salah satu kebiasaan efeketif adalah sharpen the saw. Covey menempatkan kebiasaan ini di urutan ketujuh dari tujuh kebiasaan efektif. Covey menganalogikan sebuah gergaji yang sering dipakai tentu lama kelamaan akan tumpul dan ketajamannya berkurang sehingga tidak efektif lagi digunakan. Untuk itulah, gergaji itu perlu diasah.
Baca Juga: Ada Lagi Nih, Kekurangan Volume Pekerjaan di Pemkot Tasikmalaya
Covey menggolongkan empat unsur dalam diri manusia, yaitu spiritual, emosional (hati), pikiran (akal), dan tubuh (fisik). Keempat unsur ini membutuhkan nutrisinya masing-masing agar manusia dapat menjalani status dan perannya dengan optimal. Dalam diagram time management, Covey menempatkan pemenuhan keempat unsur ini sebagai “not urgent, important “tidak mendesak, penting’. Penempatan ini mengisyaratkan bahwa pemenuhan unsur-unsur ini perlu direncanakan. Untuk itulah, perlunya setiap orang membuat weekly planning yang di dalamnya terdapat aktivitas pemenuhan keempat unsur tadi secara berkala.
Unsur spiritual merupakan unsur yang memberikan manusia kemampuan untuk menembus batas rasional. Dalam menjalani kehidupan di dunia, manusia meyakini adanya satu kekuatan pengendali kehidupan. Setiap perbuatan baik maupun buruk akan mendapat ganjaran. Unsur ini dapat menjadi kontrol dari dalam diri manusia dalam menjalani kehidupannya.
Nutrisi sisi spritual adalah menjalankan dan memaknai ibadah yang dipeluk oleh seseorang. Ibadah tidak hanya dijalankan secara mekanis, tetapi juga dimaknai sebagai cara manusia untuk memosisikan diri sebagai hamba Tuhan. Nilai-nilai kebaikan berupa perintah atau anjuran dan larangan-larangan yang termaktub dalam agama dapat menjadi pedoman manusia dalam menjalani kehidupannya.
Seorang guru perlu untuk konsisten mengisi jiwanya dengan nilai-nilai spiritual. Aktivitas mendidik dimaknai sebagai ibadah, tidak hanya dipandang sebagai rutinitas. Dalam membangun karakter siswa, seorang guru terus berikhtiar sambi menanamkan keyakinan bahwa yang mengubah hati siswa adalah Tuhan sehingga doa-doa untuk kebaikan atau perubahan para siswanya tak putus dilangitkan.
Baca Juga: Koalisi Pemantau Peradilan Tolak Calon Hakim Agung yang Tidak Berintegritas
Unsur berikutnya adalah emosional (hati) seseorang. Unsur ini terealisasi saat seseorang mampu untuk mengindentifikasi, memahami, dan mengelola jiwanya secara efektif. Kepribadian seseorang dapat terlihat dari unsur ini melalui sifat-sifat posiitf yang secara dominan terpancar dari dalam diri. Sifat-sifat positif ini dapat dimaknai sebagai sifat seseorang ke dalam dirinya, sepert menjunjung tinggi nilai kejujuran, pantang menyerah, sabar, tanggung jawab, atau optimistis dan sifat seseorang dengan lingkungan sosialnya, misalnya empati toleransi, peduli, adil, setia, dan pemaaf.
Sifat-sifat positif untuk mengisi hati manusia dapat dilakukan dengan cara berinteraksi dengan sesama. Interaksi dengan keluarga, tetangga, rekan kerja, atau komunitas dengan beragam karakter akan mengasah cara seseorang mengembangkan hal-hal posiitif dengan orang lain. Banyak aktivitas yang dapat diikuti, seperti kegiatan sosial, keagamaan, atau berpartisipasi dalam donasi kemanusiaan.
Kemudian, cara lain untuk menguatkan unsur emosional adalah membaca tulisan-tulisan atau mendengarkan ceramah tentang pengembangan diri, melakukan travelling, atau menonton film. Banyak nilai kehidupan yang dapat diambil hikmah sebagai nutrisi untuk kematangan emosional. Tak kalah penting pula adalah berkontemplasi atau berdialog dengan diri secara batiniah sebagai sarana introspeksi diri.
Dalam kapasitasnya sebagai seorang pendidik, seorang guru perlu meluangkan waktu untuk terus mengasah sisi emosional. Keseharian berinteraksi dengan para siswa dengan beragam karakter tentu membutuhkan kekuatan sisi emosional seorang guru. Kekuatan untuk mengajar dan memotivasi akan kuat terpancar dari seorang guru yang matang secara emosional.