Jakarta, Klikanggaran.com - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui tujuh dari sebelas nama calon hakim agung yang diajukan Komisi Yudisial (KY). Komisi III DPR RI memutuskan 7 nama lolos menjadi Hakim Agung, yaitu 5 nama pada Kamar Pidana, 1 nama pada Kamar Perdata dan 1 nama pada Kamar Militer, pada Selasa, 21 September 2021.
Ketujuh nama tersebut adalah: Dwiarso Budi Santiarto, Prim Haryadi, Jupriyadi, Suharto, dan Yohanes Priyana, Haswandi, dan Tama Ulinta Br Tarigan. Ketujuh nama ini telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR untuk kemudian dikirim kepada Presiden.
Akan tetapi, disetujuinya orang-orang yang menjadi Hakim Agung tersebut diduga ada yang tidak berintegritas. Hal itu sebagaimana disampaikan Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) melalui keterangan persnya seperti dilansir pada website Transparency International Indonesia (TII).
Dikutip Klikanggaran.com, dari hasil pemantauan selama proses seleksi di KY dan proses uji kelayakan dan kepatutan di DPR, KPP meminta DPR agar tidak mengesahkan calon hakim agung dengan rekam jejak buruk dan bermasalah dalam hal integritas.
Baca Juga: Baru Mau Masuk Sekolah, Kagiatan PTM SMPN 4 di Purbalingga Harus Ditunda. Ada Apa nih ?
KPP menggarisbawahi penolakan untuk dua calon hakim agung di kamar pidana dan satu di kamar perdata, yaitu:
1. Yohanes Priyana, S.H., M.H. (saat ini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Kupang).
Calon hakim agung diduga melakukan plagiarisme ketika sesi pembuatan makalah di Komisi III DPR RI, Jumat (17/9). Pada sesi fit & proper test, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Ichsan Soelistio menilai makalah yang dibuat Yohannes termasuk plagiarisme karena tidak menyertakan catatan kaki di beberapa kutipan yang diperlukan.
DPR sudah sepatutnya konsisten untuk mengeliminasi setiap calon yang telah dianggap berbuat curang. Sebagaimana yang diketahui, Komisi III DPR memutuskan tidak melanjutkan proses fit & proper test terhadap calon Hakim Agung, Triyono Martanto pada Januari 2021 lalu. Selain itu, ketika Calon bertugas sebagai Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, saat itu PN Jakpus menolak disiarkannya persidangan kasus mega korupsi e-KTP secara langsung.
Baca Juga: Di Bekasi, Masuk Indomaret Harus Pakai Sertifikat Vaksin!
2. Dr. Prim Haryadi, S.H., M.H. (saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung).
Dalam wawancara CHA di Komisi Yudisial pada 4 Agustus 2021, Komisioner Komisi Yudisial menyampaikan bahwa berdasarkan laporan, Calon menyontek pada pelaksanaan profile assessment CHA tahun 2019, meskipun disangkal. Calon juga diduga ikut bermain dalam kegiatan ‘Golf Sehat Bersama’ yang diketuai mantan Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali.
Kegiatan dimaksud turut mengundang Himpunan Bank Negara (Himbara). Sejumlah dugaan pelanggaran ini tentu bertentangan dengan Kode Etik dan Perilaku Hakim, serta memunculkan potensi konflik kepentingan yang kuat. Selain itu, Calon yang menjabat sebagai Dirjen Badilum MA, pernah mengeluarkan Surat Edaran Dirjen Badilum No 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan. Aturan ini sempat ditolak publik karena dianggap menutup masyarakat ke layanan pengadilan, sebelum dicabut kemudian hari. Kebijakan ini menegaskan bahwa Calon tidak mendukung agenda reformasi peradilan.
Baca Juga: Gunung Guntur Garut Kembali 'Usil' kepada Pendaki – Gibran Arrasyid Hilang
Artikel Terkait
Komisi Yudisial Kembali Buka Calon Hakim Agung
Realisasi Belanja Modal di Mahkamah Agung Banyak Fiktifnya?
Mahkamah Agung Berpotensi Rugikan Negara Rp 1,1 Milyar?
MAKI: PT Asuransi Central Asia Lecehkan Putusan Mahkamah Agung
Bedah Buku Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung RI: BNI Syariah
Panglima TNI Berikan Pengarahan Kepada Pati dan Pamen Di Lingkungan Mahkamah Agung