Putusan MK Final dan Binding

photo author
- Jumat, 30 Agustus 2024 | 16:52 WIB
Yus Dharman,SH.,MM ,M.Kn - (dok. Ist)
Yus Dharman,SH.,MM ,M.Kn - (dok. Ist)

Jakarta, Agustus 2024

oleh: YUS DHARMAN,SH.,MM.,M.Kn, ADVOKAT/KETUA DEWAS FAPRI (Forum Advokat & Pengacara Republik Indonesia)

KLIKANGGARAN -- Beberapa hari yang lalu, demonstrasi mahasiswa dan buruh yang bergabung dengan elemen-elemen masyarakat sipil lain nya, terjadi secara massif, hampir di seluruh kota-kota di pulau Jawa, karena Baleg DPR-RI ingin merevisi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 berkaitan dengan pengaturan ambang batas pencalonan kepala daerah dalam Pilkada 2024. Yang mengizinkan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah apabila memperoleh minimal 6,5% suara sah di wilayah tersebut, khususnya di daerah dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa. 

Putusan MK No 60 tersebut, memungkinkan partai-partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah tanpa harus mencapai jumlah kursi tertentu di DPRD, seperti yang sebelumnya diatur dalam UU Pilkada, putusan tersebut sangat progresif, membongkar kartel politik yang mengkooptasi hak-hak masyarakat sipil untuk ikut kontestasi Pemilukada propinsi dan tingkat II.

Putusan MK No 60 tersebut memberi kesempatan anak bangsa terbaik untuk ikut kontestasi dalam pemilukada tahun ini, untuk memimpin daerahnya lima tahun kedepan. Begitupun masyarakat mayoritas pemilih punya banyak pilihan Cagub Cawagub & Cabup Cawabup, untuk dipilih, siapa calon yang rekam jejaknya bagus yang pantas dijadikan pemimpinnya, Bukan calon busuk pilihan Regim dan kotak kosong yang disodorkan. 

Putusan MK No 60 tersebut tidak dapat di revisi oleh DPR, berkekuatan hukum tetap dan bersifat final, sudah diatur sesuai pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang isi nya berbunyi :

“Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, langsung memperoleh kekuatan hukum (inkracht van Gewijsde) sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh.  final and binding, Serta erga omnes, artinya putusan MK No 60 berlaku untuk semua pihak,  tidak hanya berlaku kepada pihak pemohon saja (Partai buruh dan Gelora) seperti putusan perdata.

Anggota DPR jangan ngeyel seperti anak TK saja (pinjam istilah Gus Dur), ingin me revisi putusan MK tsb diatas yang jelas-jelas sudah Final & Binding sesuai aturan  Undang-undang, jika tetap memaksakan untuk me revisi putusan MK No 60 tersebut, DPR melakukan mala in Se dan Mala Prohibita, yaitu melakukan perbuatan jahat yang bertentangan dengan kewajaran, moral dan prinsip umum masyarakat beradab. melanggar Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi sebagai berikut:

"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum."

Rakyat Indonesia adalah masyarakat yang bebas dari penindasan, memiliki hak-hak asasi yang dilindungi, serta memiliki peran aktif dalam pemerintahan yang demokratis. bukan sebaliknya, sangat jelas disebutkan dalam UUD 45, Jo Pasal 1 ayat (2), "Menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD menegaskan bahwa masyarakat adalah sumber kekuasaan yang merdeka, dan negara berfungsi untuk melayani kepentingan rakyat.

Jo Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang secara tegas juga menyatakan bahwa "Indonesia adalah negara hukum dimana kepastian hukum merupakan prasyarat yang tak dapat ditiadakan".

Jo Pasal 27, "Menegaskan hak setiap warga negara untuk mendapat perlakuan yang sama di depan hukum serta hak untuk bekerja dan mendapatkan penghidupan yang layak.

Jo Pasal 28 "Mengatur tentang kebebasan berpendapat, berserikat, dan berkumpul sebagai bagian dari hak asasi manusia. Ini mencerminkan kebebasan individu dalam masyarakat untuk menyatakan pendapat, membentuk organisasi, dan berkumpul tanpa tekanan.

Jo Pasal 28A "Mengatur hak asasi manusia secara lebih rinci, termasuk hak untuk hidup, kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, dan kebebasan dari perlakuan diskriminatif. Jo pasal 28b s/d 28 J, silakan dibaca sendiri dalam UUD 45.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Insan Purnama

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X