KLIKANGGARAN --Kenapa di dalam disiplin ilmu fiqih, misalnya, ada tarjih-ul-aqwal. Mana pendapat para imam yang diambil (murajjah/rajih) dan mana yang dikalahkan (marjuh). Sehingga didalam madzhab Syafi'i kita mengenal istilah shohih, ashoh, mu'tamad, dan lain sebagainya. Tentu di situ ada levelling atau pemeringkatan.
Begitu juga dalam ilmu hadits, levelisasi (levelling/pemeringkatan) terjadi di antara kitab hadits. Yang tertinggi adalah muttafaq 'alaih, lalu dibawahnya yang diriwayatkan Imam al-Bukhari, lalu yang diriwayatkan Imam Muslim, dan seterusnya.
Ada levelling, pemeringkatan, istilahnya tafawut dalam mengambil suatu pendapat mana yang diikuti dan dijadikan referensi rujukan.
Kalau seorang Grand Syaikh Al-Azhar kira-kira ada di level tertinggi dalam jaringan keilmuan Islam di Mesir. Al-marja'-ul-a'la, begitu kira-kira.
Siapa yang berani berbeda pendapat dengan sang Syaikh, hanya sedikit ulama kelas dunia di belahan dunia lain.
Kebanyakan Taslim saja dengan pendapat beliau karena otoritasnya yang sangat tinggi, bahkan dijuluki sebagai "ensiklopedi berjalan".
Lalu ternyata ada seorang kyai dari Banten yang berani membuat kritik terbuka, melalui medsos sebagaimana biasanya, menyalahkan pendapat sang Grand Syaikh. Cuma video, dan bersikap seakan banyak yang Syaikh belum tahu dan baca.
Anehnya lagi, kaum santri disini yang terbiasa dengan tradisi fiqih dan hadits diatas begitu saja ikut pendapat sang kyai tanpa melakukan komparasi dan timbangan ilmiah atasnya. Sudah sedemikian rendahkah kualitas keilmuan kalangan santri saat ini sehingga tidak bisa membedakan lagi mana qaul yang mu'tamad, rajih dan marjuh?
Kalau disandingkan sang Syaikh dan sang kyai tentu bukan apple to apple, tapi baina-s-sama' wa-s sumur bor bahkan palung Mariana. Yang nampak jadinya bukan etos ilmiah, tapi ta'asshub alias fanatik buta.
Kita tentu menghargai setiap ikhtiar ilmiah sejauh dilakukan dengan semangat dan cara yang ilmiah juga, bukan kelihatannya ilmiah namun diiringi provokasi kaum awam menjadi pengikutnya.
Artikel ini merupakan opini yang dituis oleh Jamal F. Hasyim, Ketua KODI Jakarta
DISCLAIMER: Isi opini merupakan tanggung jawab si penulis opini dan tidak menceriman sikap, kebijakan dan pandangan redaksi klikanggaran.com.
Artikel Terkait
Kurban dan Solidaritas untuk Palestina
Refleksi Hari Anti Narkoba Internasional: Berjamaah Melawan Narkoba
Edukasi Pajak Sejak Usia Dini : Kunci Menuju Generasi Muda Sadar Pajak
Air minum yang layak: Hak asasi manusia atau hanya kebutuhan dasar?
Empat Rekomendari FSGI Atas Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan, 69 Persen Korban Anak Laki-laki