Padahal berkali-kali aku tanya padamu, namun jawabanmu selalu itu.
Jawabanmu mengawang-awang seperti bulu yang lepas dari burung merpati itu. Terbang dan entah kemana. Kuharus menunggumu yang belum tentu akan bersamaku. Bisa besok, bulan depan, tahun depan, bahkan dua tahu ke depan.
Baca Juga: Maman Abdurahman Ungkap Kondisi Persija Jelang Laga Melawan Persib Bandung, Apa Katanya?
Detik selanjutnya pun bukan milikku dan yang sudah kulewati yang merupakan milikku bahkan menjadi sia-sia.
Eh tidak boleh mengeluh atas apa yang telah terjadi. Jadikan pelajaran. Detik selanjutnya adalah keputusanku dan apa yang akan terjadi adalah maunya Tuhan.
Supirku akhirnya datang dengan mobil merahnya. Semua kamu berikan untukku. Fasilitas dan kesenangan.
Namun begitu sulit menggapaimu untuk bersamaku. Aku lanjutkan lamunanku dengan mengingat pertemuan kita.
Pengkhianatanmu yang bisa-bisanya sahabatku pun kamu pacari. Seringkali kubertanya apa yang kuperjuangkan. Kamu atau egoku?
Baca Juga: Gabung Dewa19, Ello Sebut Bagai Mimpi
Teleponku berdering. Papa menelponku. Aku pun spontan menjawab telepon itu. Papaku berbicara dengan suara parau.
“Mama di ICU, cepat pulang ke Bandung.”
Aku langsung menyuruh supirku untuk ke Bandung. Pikiranku kacau karena sibuk dengan prasangkaku. Ada degup penuh kekhawatiran.
Sesampainya di Rumah sakit. Papa menceritakan bagaimana Mama bisa kena serangan jantung.
“Ada wanita yang datang ke rumah dan mengatakan bahwa sudah tujuh tahun kamu menjalin hubungan dengan suaminya.”
Baca Juga: Putin Sebut Amerika Serikat dan Sekutu sebagai Kerajaan Kebohongan
Artikel Terkait
Cerpen: Pangeran Cinta
CERPEN: Dekap Hangat yang Selamanya
Cerpen Ramli Lahaping: Segitiga Pembunuhan
CERPEN: Taman Langit