KLIKANGGARAN -- Kota ini berparade. Mungkin ini seperti di Spanyol atau Brazil, ketika semua orang seperti tumpah di jalanan, memakai semua atribut yang mereka punya agar tampak indah, menarik, … penuh warna. Satu minggu penuh kota akan semarak dengan musik, tarian, gelak tawa, pelukan, dan tentu saja, semiliar warna yang memungkinkan tergelar.
Aku dan Em menikmati itu semua dari balkon apartemen kami. Dengan kopi dan keik atau kadang sebotol besar jus jeruk dan sekantung keripik kentang, kami membicarakan orang-orang di jalanan. Satu dua orang mengenali kami, melambai dan bicara sebentar, sebelum akhirnya kembali larut dalam aliran manusia menuju plasa tak jauh dari blok apartemen kami. Di sanalah pusat keramaian yang sebenarnya.
Sepanjang siang, aku menemani Em meliput parade. Lagi-lagi, aku berterima kasih kepada rekan kerjaku. Ia bersedia mengurusi kafe sendirian selagi aku bersama Em. Sesekali aku memang datang ke kafe bersama Em, membantu sebentar sementara Em merangkum bahan-bahan liputan. Kadang Em mengetik satu atau dua artikel pendek untuk tayangan di situs majalah. Di saat itulah, dari balik konter, aku suka sekali memandang wajah serius Em.
Kursi dan meja di sudut ruangan seolah-olah menjelma singgasana seorang ratu yang sedang memimpin rapat rencana penaklukan wilayah. Dalam kasus Em, itu adalah penaklukan atas diriku. Aku tertawa sendiri dalam hati jika mengingat segalanya. Tentu saja Em tidak perlu banyak rencana untuk menaklukkanku. Aku sudah menyerahkan diri sejak pertama kali bertemu dengannya. Seperti aku tahu sejak awal bahwa duniaku akan baik-baik saja di tangannya. Dan, jika benakku sudah dipenuhi dirinya―padahal aku sedang mengelap gelas-gelas sambil merapikan konter―ia akan tiba-tiba mengalihkan pandangan dari layar laptop ke arahku.
Baca Juga: CERPEN: Dekap Hangat yang Selamanya
Selalu seperti itu. Em sudah berada dalam diriku sejak awal. Sosoknya bisa tiba-tiba hadir bahkan ketika aku sedang tidak ingin memikirkannya untuk sementara waktu. Jika sudah begitu, sebuah pesan akan masuk ke ponselku. Atau ia akan meneleponku. Ketika kutanya alasannya menelepon, Em tidak bisa menjawab dengan benar. Ia hanya akan berkata, “Tidak tahu, Dez. Tiba-tiba saja tanganku meraih ponsel dan memilih namamu dalam daftar kontak. Apakah itu tidak menakutkan? Kurasa itu agak menyeramkan.”
Aku hanya akan tertawa mendengar kejujuran Em. Ya, sebab, aku juga tidak punya kata-kata untuk merespons keajaiban itu. Terlalu sering kebetulan-kebetulan itu hadir. Membuatku merinding sendiri dan bertanya-tanya dalam hati: apakah ini yang orang-orang maksud dengan koneksi tanpa suara―komunikasi tanpa sambungan fisik?
***
David tidak membiarkanku diam. Ia menuntut banyak artikel sebab ia juga banyak tahu soal festival budaya di kota ini. Aku tidak keberatan. Aku juga menikmati pekerjaan ini. Apalagi, Dez selalu menemani ke mana pun aku perlu pergi.
Baca Juga: Cerpen: Pangeran Cinta
“Kamu baru boleh berhenti jika festival sudah selesai,” kata David suatu kali ketika meneleponku untuk menagih sebuah liputan khusus.
Baiklah. Itu bukan masalah besar. Tiga minggu penuh dengan kerja tidak akan mengurangi kualitas kedekatanku dengan Dez. Tidak akan ada suara protes di sini sebab Dez paham betul dunia kerjaku. Apalagi, Dez pun mengenal David.
Artikel Terkait
Komentari Polemik Suara Azan Menag Yaqut, Apa Kata Habib Kribo?
David Da Silva Pastikan Berjuang Habis-habisan dalam Laga Persib Melawan Persija, 'Ini Pertandingan Besar!'
Jelang Laga Persib vs Persija, Bagaimana Kata Pelatih Robert Alberts?
Ini Alasan Kenapa Wasit Banyak Dibicarakan Setelah Pertandingan Madura United vs Persebaya Berakhir, Kenapa Ya
Negosiasi Rusia dan Ukraina Capai Keputusan Tertentu
Siapa Wasit Agus Fauzan Arifin yang Bikin Geram Banyak Warganet pada Laga Madura United vs Persebaya Surabaya?
Putin Sebut Amerika Serikat dan Sekutu sebagai Kerajaan Kebohongan
Gabung Dewa19, Ello Sebut Bagai Mimpi
Kabar Baru Kasus Pengereyokan Ketum DPP KNPI, Politisi Golkar Azis Samual Hari ini Jalani Pemeriksaan
AS Kirim Delegasi ke Taiwan di Tengah Ketakutan Invasi China