fiksi

Novel Melukis Langit 8, Bersenggama dengan Laut

Kamis, 11 November 2021 | 19:41 WIB
Novel Melukis Langit (Dok.klikanggaran.com/Blackrose)

KLIKANGGARAN – Apa yang Anda rasakan setelah membaca novel Melukis Langit bagian satu sampai tujuh? Adakah di antara pembaca mengalami hal sama?

Begitulah, novel Melukis Langit hanya mencoba merekam para kisah kehidupan. Manis getirnya sudah terlukis di langit.

Apa yang akan terjadi kemudian? Apakah Puniawati akan tetap melangkah bersama suaminya?

Yuk, meluncur ke novel Melukis Langit bagian delapan. Semoga pembaca menemukan sesuatu di dalamnya.

Baca Juga: Kemenkominfo Melebihi SBM dalam Penyelenggaraan Gerakan Nasional 1000 Start Up Digital

“Wahai Engkau Sang Pencipta diriku, pemilik segala kekuatan di kedalaman lautan, basuh dan rendamlah tubuhku ini dengan keganasan air laut-Mu, bersihkan angkara yang ingin merajam habis tubuh hatiku. Aku akan tetap diam dan menikmati sakit ini bersama senyumku, tapi mohon, bersihkanlah keseluruhan diri ini dari kebencian dan dendam. Mohon ya Allah, mohon basuh tubuh dan hati hamba dengan air laut-Mu, agar hamba bisa memaafkan suami hamba,” bisik Puniawati pada laut tenang di hadapannya.

Beberapa bulan setelah peristiwa hilangnya Mala di lautan itu, Puniawati mengajak Aji dan ibunya untuk berlibur ke pantai. Beberapa kali Aji meminta maaf dan berjanji tidak akan lagi berpetualang cinta.

Puniawati pun ingin memaafkan suaminya, ingin menghapus ingatan soal peristiwa itu, maka dalam liburan itu Puniawati menyimpan satu keinginan, ingin membuang amarahnya pada laut yang telah menelan Mala.

Baca Juga: Eternals: Abaikan Rating Rendah, Sukses Menyihir Penonton

Tak lama setelah perempuan itu membisikkan doanya di tepi pantai, di hadapan air laut yang tenang, angin berhembus perlahan, membelai rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai. Perlahan namun pasti, angin bertiup elok, meliuk dan menari mendekati Puniawati yang masih berdiri tegak di tepi pantai.

Matanya tajam, dengan tenang menatap jauh ke ujung lautan luas yang sedemikian tenang dan menghanyutkan. Sementara beberapa binatang kecil perlahan merayap ke tengah lautan, bergidik beradu tatap dengan mata Puniawati.

“Peluklah aku wahai ombak, akan kuserahkan cinta tak bertepi ini, juga amarah dan cemburu ini, pada alam di sekitarmu,” bisik Puniawati sambil memejamkan mata. Matanya memang terlihat terpejam, tapi hatinya menatap lurus ke depan, ke lautan lepas di hadapannya.

Aji memekik tertahan sementara Maria menjerit histeris ketika tiba-tiba menyaksikan pemandangan tak terduga. Mereka yang sedang duduk santai beralas tikar di atas pasir membentang.

Halaman:

Tags

Terkini

Mirwa dan Lautan

Jumat, 11 April 2025 | 08:17 WIB

Nala, si Pemalas

Rabu, 27 November 2024 | 13:54 WIB

Si Kacamata Hitam dan Pengamen Jalanan

Rabu, 27 November 2024 | 06:49 WIB

Peristiwa Aneh di Rumah Nenek

Minggu, 24 November 2024 | 17:06 WIB

Elena Valleta: Si Putri Hutan

Minggu, 24 November 2024 | 09:01 WIB

Melodi yang Tidak Selesai

Jumat, 22 November 2024 | 07:04 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Mempelai Dua Dunia

Kamis, 24 Oktober 2024 | 22:52 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Rumi di Bukit Terlarang

Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:11 WIB