Baca Juga: 2 Juta 700 ribu Dosis Vaksin Pfizer Tiba di Tanah Air, Langsung Akan Dibagikan ke 12 Provinisi
Aku menggeleng. Sekali lagi, aku yakin, Ibu bisa membaca segala hal dari mataku, seperti yang selama ini ia lakukan.
Oh, tidak, tidak. Aku tidak bisu. Aku bisa bicara, aku bahkan bisa menyanyi dengan baik. Hanya saja, aku selalu enggan berbagi bebunyian dengan orang lain, apalagi di luar rumah seperti ini. Aku malu, aku takut orang lain meledekku. Aku terlalu malu, terlalu takut.
“Kamu ingin mengobrol dengannya?”
Aku mengangguk kencang, tetapi kemudian perasaan bingung menyerangku. Tidak biasanya Ibu mengizinkan aku bicara dengan orang asing, apalagi seorang lelaki.
Seakan-akan mengerti kebingunganku, Ibu berkata lagi, “Ibu tadi melihatnya di klinik.”
Di klinik? Kenapa aku tidak melihatnya?
Baca Juga: Mengulas Baju Logistik KPU Musi Rawas di Toko Wadah Kreatif Capai Rp8,9 Miliar
“Kamu sedang berada di ruang terapi ketika pemuda itu keluar dari ruang terapi lain. Ibu sempat berbincang dengan adiknya. Ia sepertimu.”
Oh, pantas saja. Itu seperti menjelaskan banyak hal.
Aku melepaskan tangan dari genggaman tangan Ibu. Kaki-kakiku dengan percaya diri melangkah menuju bangku. Tatapanku dan lelaki itu saling mengunci. Aku bahkan merasa sekeliling kami berubah menjadi latar taman yang penuh bunga.
Ya, ya, aku tahu, itu terdengar sangat norak, tetapi bisakah kalian membiarkan aku menikmati hal manis ini? Aku belum pernah mengalami ini. Tidak, setelah dulu Jerome nyaris membuatku mati.
***
Keduanya duduk bersisian, berjarak sejengkal, dan tangan-tangan yang masih malu-malu di atas pangkuan masing-masing.
Baca Juga: Sopir Shah Rukh Khan Diinterogasi Badan Narkotika India terkait Narkoba di Kapal Pesiar