Yusri menduga, pernyataan keras Ahok itu dilandasi temuan terbaru dari lembaga pemeriksa BPKP yang baru selesai melakukan audit terhadap proyek RDMP Balikpapan.
Proses audit BPKP dimulai sekitar awal Maret 2021, pada pertengahan Juni 2021 ada tiga konsorsium yang pernah ikut tender kilang RDMP Balikapapan diundang resmi oleh pemeriksa BPKP untuk klarifikasi, kata Yusri berdasarkan informasi pejabat kilang Pertamina.
"Konon kabarnya hasil audit telah dipresentasikan kepada Dewan Direksi dan Dewan Komisaris Pertamina beberapa hari sebelum Ahok berkunjung ke kilang Balikpapan," ungkap Yusri.
Baca Juga: Duh, Seluruh Lebanon Menjadi Gelap, Pemadaman Listrik Massal Berlangsung Beberapa Hari
Lebih lanjut Yusri mengatakan, dari desas-desus di kalangan internal Pertamina, telah ditemukan tiga hal penting dari hasil audit yang bisa berujung ke proses pelanggaran hukum.
"Hal itu ditengarai lantaran telah terjadi advanced payment dan peningkatan nilai kontrak akibat banyak perubahan perintah kerja atau Change Order yang melebihi nilai yang diperbolehkan menurut Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Fakta ini telah membuktikan adanya dugaan pelanggaran yang nyata dan sulit dibantah," ulas Yusri.
Selain itu, kata Yusri lagi, hal krusial lain yang telah terjadi ketika proyek akan berjalan, pimpinan konsorsium SK Energi mengundurkan diri.
"Tetapi anehnya Pertamina saat itu menyetujui pergantian Hyundai EC sebagai pimpinan konsorsium. Padahal menurut aturan jika pimpinan konsorsium mundur, seharusnya Pertamina melakukan tender ulang," beber Yusri.
"Hingga saat ini, akhir September 2021, kemajauan kerja proyek kilang RDMP Balikpapan baru sekitar 42 persen, jauh dari target semula yakni 84 persen, meskipun pandemi Covid 19 dipakai sebagai alasan pembenar," beber Yusri.
Cilakanya lagi, kata Yusri, ketika dimulainya proyek ini, telah dilakukan perubahan basic design unit RFCC pada unit gasoline blok. "Akibatnya, diduga konsorsium pemenang terpaksa menaikan nilai proyek menjadi sangat signifikan, yakni awalnya senilai USD 6,5 miliar menjadi sekitar USD 7 miliar," ungkap Yusri.
Diketahui, kata Yusri, Pertamina pada 10 Desember 2018 telah menanda tangani kontrak EPC dengan Konsorsium SK Engineering & Contraction (leader) dengan anggotanya Hyundai Engineering Co Ltd, PT Rekayasa Industri dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.
"Adapun nilai kontrak EPC saat itu bernilai USD 4 miliar atau Rp 57, 8 triliun untuk pembangunan Inside Battery Limit (ISBL) dan Outside Battery Limit (OSBL). Pembangunan kilang akan diselesaikan dalam jangka waktu 53 bulan terhitung groundbreaking," ungkap Yusri.
Baca Juga: Ditlantas Polda Jambi akan Terus Melakukan Tindakan Terhadap Pelanggaran Pengangkutan Batubara
Pembiayaan untuk pembangunan kilang RDMP, menurut keterangan Yusri, sejak awal direncanakan dan dijalankan dengan Trustee Borrowing Scheme. Namun, karena peningkatan Capex yang di luar kewajaran telah mengakibatkan proyek hingga saat ini belum mendapatkan investor yang mau berinvestasi untuk proyek kilang ini.
Artikel Terkait
Pekerjaan EPC Tangki di Pertamina Balikpapan Terlambat, Ada Potensi Hilangnya Nilai Keekonomian Rp15,5 Miliar
Sayang Sekali, Ada Pemborosan Anggaran di Pertamina Balikpapan, Nilainya? Rp6,7 Miliar Lebih
Ada Denda Rp1 Miliar di Pertamina RU V Balikpapan, Udah Ditagih Belum, Ya?
Pertamina Patra Niaga Gelar Simulasi Operasi Keadaan Darurat Level 1
Peringatan Keras Ahok Terhadap Kontraktor Kilang RDMP Balikpapan, CERI: Penegak Hukum Seyogyanya Ambil Sikap
Ahok Bersikap Tegas, Netizen: Enak Mana Pak, Ngurus Pertamina atau Jakarta?
Ditanya Netizen Soal Tugasnya di Pertamina, Ahok: Reputasi di Atas Harta Kekayaan
Pernyataan Keras Ahok Soal RDMP Balikpapan, Ekonom: Penegak Hukum Diminta Serius Perhatikan
RDMP Pertamina Balikpapan Bisa Menjadi Kasus Besar, Salamuddin Daeng: Penegak Hukum Harus Usut Tuntas