KLIKANGGARAN -- Novel Mariposa karya Luluk HF menghadirkan kisah romansa remaja dengan fokus utama pada dinamika emosi dan proses jatuh cinta yang berkembang secara perlahan antara Acha dan Iqbal.
Dalam versi novel, pembaca diajak menyelami sudut pandang batin tokoh, terutama Acha, melalui narasi internal yang menggambarkan kegigihan, harapan, kekecewaan, dan ketulusan cintanya.
Konflik dalam novel tidak semata-mata berkisar pada penolakan cinta, tetapi juga menyentuh persoalan kepercayaan diri, penerimaan diri, serta perjuangan memahami perasaan orang lain.
Ritme cerita berjalan ringan namun konsisten, sehingga perubahan emosi tokoh terasa alami dan bertahap.
Sementara itu, film Mariposa sebagai hasil alih wahana mengalami penyesuaian yang cukup signifikan, terutama dalam cara penyampaian konflik dan karakterisasi tokoh.
Film lebih menonjolkan aspek visual, humor romantis, serta momen-momen manis yang mudah ditangkap penonton.
Pergulatan batin Acha yang dalam novel disampaikan melalui narasi reflektif, dalam film direpresentasikan lewat dialog singkat, ekspresi wajah, serta situasi komedik.
Akibatnya, kedalaman psikologis tokoh Acha dalam film terasa lebih sederhana dibandingkan versi novelnya.
Perbedaan juga terlihat pada pengembangan alur cerita. Novel memberikan ruang yang cukup luas untuk memperlihatkan proses pendekatan Acha kepada Iqbal secara berulang, penuh kegagalan, namun konsisten.
Proses ini menegaskan karakter Acha sebagai sosok yang pantang menyerah dan tulus. Dalam film, alur dipadatkan demi efisiensi durasi, sehingga beberapa tahapan emosional terasa berlangsung lebih cepat.
Perubahan sikap Iqbal terhadap Acha dalam film tampak lebih instan, tidak sedetail proses batin yang digambarkan dalam novel.
Dari segi penokohan, Iqbal dalam novel digambarkan sebagai sosok yang dingin, tertutup, dan rasional, dengan latar belakang emosional yang perlahan terungkap.
Dalam film, karakter Iqbal tetap mempertahankan citra jenius dan pendiam, namun konflik internalnya tidak digali secara mendalam. Acha pun mengalami pergeseran karakter: dalam novel, ia lebih reflektif dan emosional, sedangkan dalam film ia ditampilkan lebih ceria dan ekspresif untuk memperkuat unsur hiburan dan daya tarik visual.
Meski demikian, film Mariposa memiliki keunggulan dalam membangun suasana romantis dan kedekatan emosional secara cepat. Dukungan musik, sinematografi, serta chemistry antarpemain mampu menciptakan nuansa manis dan menghibur yang menjadi ciri khas film remaja.
Artikel Terkait
Dekonstruksi Pasung Jiwa: Perempuan dan Feminisme dalam 'Pasung Jiwa' Karya Okky Madasari
Tindak dan Tutur Kata Memengaruhi Keistimewaan Cerita pada Novel 'Hujan di Bulan Juni' karya Sapardi Djoko Darmono
Menelisik Interpretant dalam Cerpen Ratu Kalinyamat: Dalam Teori Charles Sanders Peirce
Analisis Struktural Novel "Bumi Cinta" Karya Habiburahman El-Shirazy dengan Pendekatan Roland Barthes: Simbolisme dan Makna Tersembunyi
Resensi Novel dan Film Diaku Imamku: Romansa, Dilema Moral, dan Adaptasi Layar Lebar
Dari Kata ke Layar: Kajian Bandingan Novel dan Film 172 Days dalam Mengungkap Makna Cinta dan Keikhlasan