Baca Juga: Ratusan Kepala Sekolah Duduki Kursi DPRD Muara Enim, Ada Apa Ya? Simak!
Binsar juga menjabarkan, ketika PPI berkantor di Kompleks AIP Gunung Sahari atas seijin Direktur AIP Capt. Istopo. Ketika itu dibulan Juni 2975, sudah 5.049 pelaut dari berbagai jabatan berhasil disalurkan organisasi PPI ke kapal-kapal asing di luar negeri memenuhi kebutuhan perusahaan angkutan laut atau pemilik atau operator kapal yang dilandasi oleh Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Collevtive Bargaining Agreement (CBA) antara perusahaan dan PPI.
Di dalam isi CBA terdapat artikel Kontribusi yang intinya wajib pihak perusahaan menyetorkan uang kontribusi kepada organisasi PPI saat itu. Setoran itu dipatok dengan hitungan 4% dari gaji pokok setiap pelaut yang menjadi awak kapalnya yang bukan dipotong dari gaji pelautnya untuk diberikan kepada organisasi PPI secara rutin dan kontinyu dengan hitungan sejumlah awak kapal pelaut anggota PPI disetiap perusahaan yang mempekerjakannya, dengan setoran ditransfer ke rekening bank KPI yang sudah disepakati bersama.
Sebaliknya wajib bagi organisasi PPI yang menerima setoran kontribusi pihak perusahaan atas uang yang diterimanya harus digunakan untuk kegiatan sosial seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta peningkatan kesejahteraan pelaut dan keluarganya. Tanpa ada alasan untuk itu, mustahil pihak perusahaan akan setor kontribusinya.
Baca Juga: Pelantikan Kades Serentak, Masa Pendukung Padati Kantor Bupati Diduga Abaikan Prokes
“Ketika berganti nama KPI dan masih berkantor di Kompleks AIP Gunung Sahari, ketentuan CBA yang mengatur setoran kontribusi pihak perusahaan juga tetap dilanjutkan. Sehingga ketika keuangan dan harta kekayaan organisasi KPI dari hasil penerimaan setoran kontribusi pihak perusahaan dianggap mencukupi untuk membeli gedung untuk berkantornya PP KPI setelah sekian lama berkantor di Kompleks AIP Gunung Sahari,” tutur Binsar.
Baru di tahun 1987 dalam kepengurusan PP KPI periode 1987-1992 yang ketua umumnya Capt. Azwar Nadlar, berhasil memiliki gedung untuk berkantornya PP KPI sendiri dan pindah dari Kampus AIP Gunung Sahari. Pembelian gedung untuk PP KPI itu berdasarkan akta notaris H.Z. Simon yang berkedudukan di Jakarta dengan nomor 0308/1987/Menteng tanggal 5 November 1987.
Masih dalam kepemimpinan Ketua Umum KPI Capt. Azwar Nadlar, keuangan dan harta kekayaan organisasi KPI setelah membeli gedung untuk berkantornya PP KPI, juga berhasil mengambil oper gedung untuk difungsikan sebagai klinik kesehatan untuk melayani pelaut dan keluarganya dengan diberi nama "Baruna Medical Center" yang pada 14 Agustus 1989 diresmikan oleh Menaker Cosmas Batubara.
Artinya organisasi KPI sudah melakukan kewajiban dalam menerima pendapatan setoran kontribusi pihak perusahaan dalam CBA, meskipun belum menyentuh untuk kegiatan sosial terhadap pendidikan serta peningkatan kesejahteraan pelaut dan keluarganya.
Baca Juga: Cerita Mistis Malam Jumat: Ibuku Ternyata Pocong!
Baru di seputar tahun 2000-an saat PP KPI periode 1997-2001 dipimpin oleh Ketua Umum Capt. Iskandar B Illahode, berhasil membebaskan lahan seluas 50 hektar di Muara Gembong Bekasi yang diatas lahan itu akan dibangun Kampus Diklat Pelaut KPI, dengan uang organisasi KPI digelontorkan untuk pembebasan lahannya sebesar Rp. 10 milyar.
“Tapi, dalam perkembangannya ketika pelaut anggota menuntut reformasi KPI yang kemudian menghasilkan forum Munaslub KPI tahun 2001, sayangnya program pembangunan Kampus Diklat Pelaut KPI itupun mangkrak dan mungkin sampai saat ini kendati sudah ada infrastrukturnya yang oleh organisasi KPI dikeluarkan dana sampai Rp4 milyar untuk itu,” ujar Binsar.
Jika demikian, lanjut Binsar, apa yang mau diprotes? Jika mulai organisasi KPI memiliki gedung untuk berkantornya PP KPI sendiri yang beralamat di Jl. Cikini Raya No. 58AA-BB Menteng, Jakarta Pusat 10130.
Menyusul memiliki Poliklinik Baruna Medical Center di Jl. Cikini Raya No. 60Q-R-S Menteng, Jakarta Pusat, serta memiliki tanah seluas 50 hektar di Muara Gembong Bekasi.
Baca Juga: Perjuangkan Jalan Urat Nadi, Warga Ucapkan Terima Kasih kepada Dewan PALI, M Budi Khoiru