May Day, Negara Diminta Hadir untuk Benahi Organisasi Pelaut

- Selasa, 1 Mei 2018 | 00:28 WIB
images_berita_2018_Apr_IMG-20180501-WA0004
images_berita_2018_Apr_IMG-20180501-WA0004

Jakarta, Klikanggaran.com (01-05-2018) - Menyambut hari buruh (mau day) tahun 2018, Pelaut Senior menyampaikan rilisnya kepada pers pada hari ini, Selasa (1/5/2018). Dalam rilisnya Pelaut Senior meminta agar negara hadir membenahi organisasi pelaut Indonesia yang bernama Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI), agar kembali pada jati dirinya yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab, sebagaimana diamanatkan oleh UU Serikat Pekerja No 21 Tahun 2000.

Juru bicara Pelaut Senior, Teddy Syamsuri, juga meminta pemerintah terkait untuk memfasilitasi KLB (Kongres Luar Biasa) KPI. Agar kekuasaan Pengurus Pusat (PP) KPI yang unlimited sejak tahun 2001 sampai saat ini dihentikan, karena mengkhianati tuntutan reformasi, dan organisasi KPI membutuhkan regenerasi.

Menurut Teddy, kenapa pihaknya, Pelaut Senior, meminta negara hadir dan pemerintah memfasilitasi? Sebab organisasi KPI selain dipayungi UU Serikat No 21 Tahun 2000, juga punya Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau Collective Bargaining Agreement (CBA) dengan pihak perusahaan tersendiri berdasarkan pasal 1 angka 4 Permenhub No 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal.

"Bahkan Konvensi Tenaga Kerja Kemaritiman (Maritime Labour Conventions / MLC) tahun 2006 tentang Hak-hak Dasar Pelaut sudah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia menjadi UU No 15 Tahun 2016. Sehingga organisasi KPI yang sangat kuat dan telah berafiliasi dengan Internasional Transpotworkers Federation (ITF) sejak tahun 1981, haruslah diselamatkan," ujar Teddy Syamsuri yang Ketua Umum Lintasan '66 dengan tegas.

"Pembiaran pihak pemerintah terkait seperti Dirjen Hubla Kemenhub dan Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker, sangatlah disesalkan. Dalam struktur organisasi KPI sejak dulu yang namanya Dirjen Hubla dan Dirjen Binapenta adalah pembina KPI eks officio. Di CBA, antara KPI dan perusahaan sudah jelas di-approved oleh pejabat Ditjen Hubla, dalam hal ini Direktur Perkapalan dan Kepelautan (Dirkapel). Tentu ada kewajiban moralnya untuk bertanggung jawab atas rusaknya organisasi KPI oleh oknum PP KPI-nya sejak tahun 2001," imbuh Teddy.

Menurut Teddy, seharusnya organisasi KPI diurus secara benar menurut pandangan Pelaut Senior. Karena banyak kasus sertifikat kepelautan yang diduga beredar palsu. Banyak broker rekrutmen setelah ambil duit pelaut tidak bisa naik ke kapal. Banyak kasus gaji pelaut yang sudah bekerja sekian lama sering tertunda. Semua itu adalah contoh jika organisasi KPI yang harusnya melindungi dan membela pelaut, berperan secara aktif.

Pelaut sebagai pekerja tidak akan pernah menikmati perayaan Hari Buruh setiap tahun sekian lamanya.

"Karena standar upahnya saja tak pernah ada di Lembaga Kerja Sama Triparti Nasional (LKS Tripnas) dan di Dewan Pengupahan Nasional juga tidak ada yang mewakilinya. Pelaut terus termarjinalkan, dan pemerintah diduga menjadikan pelaut sebagai 'sapi perah' yang tentunya mengganggu visi Poros Maritim Dunia Presiden Jokowi," beber Teddy.

Maka, tuntutan pelaut menjadi beda dengan tuntutan serikat pekerja industri dan pabrik.

"Tuntutan pelaut hanya memohon negara hadir dan pemerintah memfasilitasi KLB KPI," pungkas Jubir Pelaut Senior, Teddy Syamsuri, yang mengakui anggota KPI sejak organisasi tersebut bernama PPI (Persatuan Pelaut Indonesia) dan yang berkontribusi dalam membangun dan membesarkan organisasi KPI.

Editor: Kit Rose

Terkini

X