Prinsip pertama pendidikan adalah pewarisan nilai-nilai kebudayaan dalam masyarakat dari generasi ke generasi. Artinya, semua pihak bertanggung jawab atas pendidikan, baik formal maupun nonformal, individu ataupun kelompok.
Hadirnya bimbingan belajar seharusnya dipahami sebagai upaya dalam memenuhi tanggung jawab tersebut. Saat Nadiem mengkritisi eksistensi bimbel, di saat itulah tanpa kita sadari, Nadiem sebenarnya sedang melakukan hegemoninya atas pendidikan. Melarang satuan pendidikan dalam bekerja sama dengan bimbel, menekankan orang tua untuk tidak memasukkan anaknya ke bimbel, atau lebih parahnya lagi seakan mengatakan bahwa bimbel tak perlu hadir karena hanya akan menimbulkan diskriminasi sejatinya adalah bentuk hegemoni yang Mas Menteri lakukan.
Baca Juga: Sosok Perempuan Makasar Mirip Jokowi, Gibran Beri Tanggapan Kocak
Ingatlah apa yang dikatakan Gramsci. Hegemoni pada hakikatnya adalah upaya untuk menggiring orang agar menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang ditentukan. Dalam konteks tersebut, Gramsci lebih menekankan aspek kultural (ideologis). Melalui produk-produknya, hegemoni menjadi satu-satunya penentu dari sesuatu yang dipandang benar, baik secara moral maupun intelektual. Dalam kasus ini, yang dianggap salah adalah bimbel.
UN dihapus salah satunya agar bimbel tak lagi ikut berperan dalam pendidikan Indonesia dan saya jadi teringat dengan Tiongkok yang sudah menetapkan larangan adanya bimbel di sana.
(Sebuah artikel opini yang ditulis oleh Muhammad Irfan Sulistya)
Isi artikel ini tidak mengekspresikan kebijakan dan pandangan redaksi klikanggaran.com
Artikel Terkait
Respons FSGI terhadap Kebijakan Terbaru Nadiem: Dari Kurikulum Hingga Bantuan Guru
Kebijakan Baru Mendikbud, MPR: Nadiem Makarim Buta Sejarah
Masalah Pendidikan Numpuk, Nadiem Gagal Sebagai Mendikbud
Kinerja Nadiem Makarim selama tahun 2020 Pas-pasan, Simak!
Soal Kamus Sejarah, Nadiem dan Muhadjir Pun ....
Nadiem: Sekolah Tatap Muka Terbatas untuk Daerah PPKM Level 3