Opini ditulis oleh: Ahmad Irwiyan Haq
Banyak yang menyesalkan Presiden Jokowi terkesan 'kabur' dari istana dan memilih melakukan kunjungan ke Kalimantan Tengah. Jokowi dianggap tidak peduli dengan situasi yang memanas sebagai respon masyarakat atas UU Cipta Kerja. Tidak sedikit yang berpendapat, termasuk saya, Jokowi akan lebih bijak untuk bersikap yang cenderung membuat suasana 'cooling down'. Content UU mungkin masih bisa diperdebatkan, tapi kekecewaan masyarakat adalah hal lain.
Kalaupun masyarakat dianggap salah paham, kenapa tidak diluruskan. Tapi Jokowi malah memilih pergi ke Kalimantan dengan sekedar alasan sudah dijadwalkan. Ini akan menambah kesan acuh yang kontradiktif dengan upaya 'cooling down' itu. Apalagi kesan mengayomi. Jauh sekali dengan kesan mengayomi dan gaya dialogis Jokowi saat relokasi ratusan PKL di Solo doeloe, tanpa kericuhan dan kekerasan.
Di sisi lain, saya juga ingat bahwa negara tidak hanya Jokowi. Ia punya para pembantu, ia punya staf pribadi, ia punya menko. Sekali teken, semua pasti manut (meskipun saya masih heran kok Jokowi manut sama yang bikin jadwal ke Kalteng). Selain itu, jangan lupa, ia punya Wapres!
Tapi, kemana Wapres? Kenapa Wapres tidak juga mewakili?
Kita flashback sebentar.
Kiai Ma'ruf Amin mungkin adalah faktor penentu kenapa Jokowi bisa menang tahun lalu. Kita ingat pilpres 2019 begitu ketat dan panas. Ada pete di kepala, tempe setipis ATM, buyback Indosat, tol langit, negara bochor, lebih TNI drpd TNI, cebong-kampret, serangan antar pendukung begitu sengit. Apalagi waktu itu masih terbawa suasana Pilkada DKI 2017.