Opini ini ditulis oleh Denny JA
Krisis ekonomi itu ibu kandung pergolakan politik. Demikianlah hukum besi dunia sosial, dari dulu hingga kapanpun.
Sebuah negara yang mengalami krisis ekonomi melahirkan ketidak puasan. Tak hanya ketidak puasan, tapi juga keresahan yang sangat meluas di kalangan rakyat banyak. Mereka seperti rumput kering. Mereka sangat mudah dibakar. Harapan perubahan bergema.
Bulan Juli 2020, LSI Denny JA sudah menemukan data ini. Kecemasan publik atas situasi ekonominya berada di zona merah. (1)
Sejak melakukan survei opini publik sejak 2013, saya belum pernah menemukan sentimen itu. Di atas 80 persen publik cemas tak akan mampu membiayai kebutuhan keluarga sehari hari.
Dalam konferensi pers, LSI Denny JA sudah mengumumkan. Hati hati krisis kesehatan karena virus corona, yang tengah menjelma krisis ekonomi, akan pula menjelma menjadi krisis politik.
Lahirlahnya gerakan KAMI, yang dideklarasikan banyak tokoh publik di tugu Proklamasi, itu sebuah keniscayaan. Jika KAMI tak lahir, akan lahir gerakan oposisi serupa, apapun namanya.
Itu hukum besi politik.
-000-
Tiga hal yang membuat gerakan KAMI jangan dianggap remeh.
Pertama, ia lahir dalam kondisi rakyat banyak yang tengah cemas dan marah atas situasi. Jika gerakan ini lahir di zaman normal, ia segera menjadi gerakan elitis biasa.
Tapi gerakan politik yang lahir dalam konteks krisis ekonomi, ia segera mendapatkan pesona ektra. Tinggal ditambah satu langkah lagi, ia bisa merebut harapan publik akan perubahan. Ia dapat menjelma menjadi kekuatan politik altenatif.
Kedua, komposisi tokoh di dalam gerkan KAMI, merangkum aneka lapisan strategis.