Keempat, dari mana sumber anggaran pembiayaan seluruh skema suntikan dana kepada korporasi tersebut? Penting untuk dirincikan sumber anggaran pembiayaannya tersebut.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, beberapa permasalahan tersebut adalah bagian dari informasi yang harus diketahui oleh publik.
Ditegaskan di dalam Pasal 10 UU Keterbukaan Informasi Publik, informasi tersebut wajib diumumkan secara serta-merta. Karena informasi tersebut terkait erat dengan hajat hidup orang banyak. Jangan hanya pejabat pemerintah yang mengetahui.Publik juga tentu berhak untuk mengetahui penggunaan anggaran, terutama yang berasal dari utang luar negeri. Apalagi utang dalam rangka penanganan darurat Covid-19.Juga pinjaman luar negeri untuk pemulihan ekonomi nasional. Sebab dampak pendemi Covid 19 yang sangat erat dengan kebutuhan hidup masyarakat banyak.
Sebagaimana diatur dalam ketentuan UU No. 14 Tahun 2008 bahwa setiap instansi pemerintah pusat dan daerah wajib membuat laporan kinerja serta membuka akses informasi untuk publik. Harus menyediakan informasi yang akurat, benar dan tidak menyesatkan.
Jika informasi tersebut tidak dipenuhi, maka kedua aktifis (Rusli Moti dan Salamuden Daeng) akan mengajukan proses hukum lebih lanjut ke Komisi Informasi Publik (KIP). Proses hokum itu ditujukan kepada Menteri Keuangan RI sebagai Bendahara Pengelola Keuangan Negara.Kementerian Keuangan harus membuka Informasi terkait alokasi APBN Darurat Covid untuk penanganan darurat Covid maupun untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Adapun alasan Rusly Moti dan Salamudin Daeng mengajukan tuntutan ke Kementerian Keuangan membuka informasi ke publik terkait alokasi APBN Darurat Covid, karena :
Pertama, ada indikasi suntikan dana APBN pada korporasi baik BUMN, maupun swasta, telah menjadi bancakan mereka oligarki ekonomi dan politik.Bancakan tersebut diantaranya untuk persiapan dana pemenangan pemilu 2024. “Kami tengarai modus skandal BLBI dan Century sedang dijalankan dalam skema yang soft dan rute yang panjang,” papar kedua mantan aktivis 98.
Kedua, jumlah anggaran yang dialokasikan sering berubah ubah. Sebelumnya Rp. 405,1 triliun. Namun beberapa kali diajukan perubahan. Terakhir diputuskan naik menjadi Rp. 641,17 triliun. Kuat dugaan, anggaran dana APBN Darurat ini adalah pesanan dari sekelompok orang untuk mendapatkan suntikan dana APBN.
Ketiga, kuat dugaan kami bahwa anggaran suntikan dana bagi korporasi dan lembaga keuangan ini akan digunakan untuk membayar utang korporasi. Baik itu untuk BUMN maupun swasta yang sedang terlilit utang.
Keempat, pembiayaan dari seluruh suntikan dana kepada korporasi swasta dan BUMN ini diduga berasal dari utang pemerintah. Negara dan rakyat dibebankan tanggung jawab menanggung utang BUMN dan swasta tersebut.
Bancakan Yang Kebal Hukum!
“Bancakan” secara leksikal dimaknai acara makan bersama dalam satu wadah. Dalam serpihan pikiran di tengah kepedihan pandemic covid-19, kata “bancakan” dimaksudkan untuk merepresentasikan pola pengelolaan dana bencana yang dilakukan secara konspiratif dan tidak bertanggung jawab secara hukum.
Kondisi serba keterbatasan akibat pandemi Covid-19 yang terjadi di seluruh dunia, masih saja atau berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan orang-orang/kelompok tertentu. Di Indonesia pun sudah banyak kasus dana bantuan bencana yang sebenarnya untuk meringankan penderitaan masyarakat yang terdampak akibat hal tersebut di korupsi.
Salah satu potensi penyelewengan dana covid 19 adalah alokasi dana yang di salurkan untuk korporasi.Adalah wajar kalau masyarakat menjadi khawatir dana stimulus penanganan virus corona rawan diselewengkan oleh pelaksananya. Karena belajar dari pengalaman yang sudah sudah, bencana di Indonesia seringkali justru dimanfaatkan untuk menangguk keuntungan pribadi atau kelompoknya.
Ingatlah kasus BLBI dan Century yang sampai sekarang belum selesai.Dalam kasus BLBI, pemerintah tidak mengetahui besaran secara tepat beban utang bank-bank yang mengalami masalah likuiditas karena terdampak krisis moneter.