Kebiasaan Curhat serta Perasaan Sebagai yang Paling Menderita

photo author
- Kamis, 27 Januari 2022 | 11:28 WIB
Ilustrasi (Moy)
Ilustrasi (Moy)

Padahal, jika kebiasaan itu dilestarikan, akan membuat otak selalu memikirkan skenario terburuk di masa depan. Tentu cukup mengkhawatirkan jika pikiran itu termanifestasi.

Ada sebuah nasihat yang kerap dilontarkan. Bahwa, kita adalah apa yang kita pikirkan. Jika kita kerap memikirkan sesuatu yang baik, vibrasi semesta akan membantu kita mewujudkan hal itu. Tentunya kita ikut bergerak, ya.

Ingin makan mi rebus dengan rawit sepuluh tentu tidak hanya ‘dibatin’, tetapi kita pun bergerak menghadirkan menu tersebut di depan mata. Perkara nanti di tengah jalan gas habis, itu bukan sebuah kegagalan, hanya berupa penundaan yang sangat bisa diatasi.

Baca Juga: Ibu Kota Baru Dikaitkan dengan Jin Buang Anak, Benarkah Jin Sekali Melahirkan 9 Anak? Simak Ulasannya!

Lain hal jika kita hanya memikirkan sebuah keinginan atau cita-cita tanpa adanya usaha. Vibrasi sebesar apa pun tidak akan sanggup membantu kita untuk mewujudkannya. Tidak percaya? Boleh dicoba.

Yakinlah, tidak ada orang yang sukarela memasakkan mi rebus dengan rawit sepuluh untuk kita jika tidak ada pertukaran yang pantas. Masih ingat, kan, konsep kekekalan energi—bahwa energi tidak berkurang atau bertambah, melainkan hanya berubah bentuk?

Lantas, apa hubungannya dengan dengan sesi curhat dan perlombaan menjadi yang paling menderita?

Well, ini hanya tentang mengubah kebiasaan. Bukan orang lain, tetapi diri kita sendiri. Bisa saja, sih, kita berusaha mengubah kebiasaan orang lain, tetapi hasilnya tidak akan seoptimal jika kita mengubah kebiasaan sendiri.

Baca Juga: Permintaan Maaf Ayu Thalia Ditolak Nicholas Sean ‘Putra Ahok’, Lanjut ke Meja Hijau

Mulailah membiasakan diri hanya mendengarkan tanpa perlu beraksi atau berkomentar apa pun, kecuali memang diminta oleh teman kita. Kalaupun gatal ingin berkomentar, usahakan ucapan kita adalah sesuatu yang baik untuk didengar lawan bicara.

Alih-alih berucap, “Duh, gue juga meriang ini dari kemarin. Nular dari elu kali, ya. Malah berasa kayak Anisa Bahar badan gue: patah-patah,” cobalah berkomentar, “Lekas sembuh, ya, supaya besok bisa kerja lagi. Pasti nggak enak, ya, rebahan terus di tempat tidur.”

Selain akan membangkitkan semangat, ucapan pengharapan dari kita akan terasa sebagai bentuk kepedulian. Ini akan memberi efek domino. Teman kita mungkin akan meniru cara kita bersimpati terhadap orang lain yang sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Dengan begitu, akan hadir banyak vibrasi dengan energi tinggi.

Baca Juga: Mengerikan !! Empat Kompi Teroris Ditangkap Polri selama 2021, Mereka Tersebar dalam 26 Kasus

Seperti kita tahu, kepedulian adalah salah satu contoh nyata dari perasaan cinta kasih. Berusaha membuat orang lain merasa lebih baik akan melemahkan bahkan menghapus pikiran negatif. Tentu jika ini dilakukan dengan sungguh-sungguh, tidak ada lagi kasus bunuh diri di dunia.

Mudah, kok, mengubah kebiasaan berkomentar ‘lebih menderita’. Kita tinggal menahan diri—ucapan dan tindakan. Memang, butuh konsistensi, tetapi itu bukan hal yang mustahil dilakukan. Dengan menahan diri tidak bereaksi berlebihan, kita bisa melihat segala sesuatu dengan lebih jelas.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Muslikhin

Sumber: opini

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X