Kesediaan santri-santri tersebut untuk melakukan vaksin sudah merupakan tindakan luar biasa. Pemuda Muhammadiyah mengimbau agar tidak melakukan justifikasi terhadap perbedaan pandangan dan keyakinan kelompok lain.
8. Direktur Pendidikan Diniyah Dan Pondok Pesantren Kementerian Agama, Waryono, ikut menanggapi bahwa para santri yang menutup telinga karena enggan mendengarkan musik bukan tanda-tanda menganut paham ekstremisme.
Waryono menjelaskan ada pandangan dan respons yang berbeda satu sama lain di pesantren terkait musik. Ia menjelaskan ada kiai pengasuh pesantren yang memperbolehkan santrinya mendengarkan musik. Di sisi lain, juga ada yang tak memperbolehkannya.
"Boleh dan tak boleh ini tergantung pada mahzab kiai," kata dia.
Waryono menjelaskan pertimbangan umum pengasuh pesantren tak memperbolehkan santrinya mendengar musik karena santri masih kecil dan perlu banyak belajar.
"Itu harus hafal semua. Itu butuh konsentrasi. Makanya kalau butuh konsentrasi kiai melarang jangan mendengarkan musik. Bahkan ada di pesantren-pesantren enggak boleh main HP, enggak boleh nonton TV. Itu bukan fenomena baru,"
9. Sekretaris Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Achmad Uzair Fauzan, meminta seluruh pihak tidak cepat melabeli ustaz dan para santri yang menutup telinga saat mendengar musik sebagai kelompok radikal.
Uzair berpendapat poin penting dari video tersebut adalah upaya pesantren memfasilitasi santri melakukan vaksinasi. Ia menilai isu soal radikalisme justru mengalihkan pesan utama tersebut.
Dia berpendapat kegiatan pesantren memfasilitasi vaksinasi meruntuhkan argumen soal radikalisme. Menurut Uzair, vaksinasi dilakukan oleh orang-orang yang peduli kesehatan diri dan lingkungannya.
"Kalau orang radikal, dia enggak mungkin berpikir soal kesehatan publik,"