Menurutnya, banyak pesantren di seluruh Indonesia memiliki karakternya masing-masing, salah satunya berkaitan dengan musik.
Rozin menjelaskan terdapat pesantren yang tak menutup diri terhadap musik. Para santrinya, kata dia, diperbolehkan untuk memainkan dan mendengarkan musik. Namun, di sisi lain terdapat pesantren yang memiliki kebijakan sangat ketat bahkan melarang musik.
Dia mencontohkan bahwa banyak pesantren yang berfokus mendidik santri tahfidz Alquran memiliki kebijakan yang ketat terkait musik.
Baca Juga: Partai Komunis Rusia Menuduh Pelanggaran dalam Pemilihan Parlemen Nasional
3. Kiai Nahdlatul Ulama (NU) Mukti Ali Qusyairi mengatakan viralnya video santri yang menutup telinganya saat menunggu vaksinasi harus dilihat dari dua aspek atau cara pandang yang berbeda. Bagi yang tidak pernah punya pengalaman di pesantren, maka itu menjadi fenomena yang mengagetkan dan janggal.
Bahkan, lanjut Kiai Mukti, menimbulkan kesan radikal. Namun, bagi sebagian kalangan yang punya pengalaman di kehidupan pesantren, maka sebetulnya yang dilakukan santri-santri tersebut adalah hal yang normal untuk menjaga hafalan Qur’an.
4. Wakil Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, KH Taufik Damas, mengatakan masyarakat tidak perlu berasumsi secara berlebihan terkait sikap santri pada video tersebut. Apalagi, mencap para santri sebagai radikal.
5. Rais Syuriah PCI (Pengurus Cabang Istimewa) Nahdlatul Ulama Australia dan Selandia Baru, Nadirsyah Hosen dalam twitnya,
"Karena hafalan memang mesti dijaga dan diulang2 terus. Jadi belum tentu semua santri yg gak mau dengar musik karena sdg menghafal Quran itu akibat menganggap musik haram.
Sikap para santri di video yg menutup telinganya itu bagus. Mereka tdk ngamuk atau memaksa musik dimatikan"
Baca Juga: Sakirun , Ketua PMI Lumbir Banyumas, 31 Tahun Mengabdi di PMI, Dinobatkan Sebagai Pengurus Terlama
6. Rijal Mumazziq Z Rektor Institut Agama Islam al-Falah Assunniyyah Kencong Jember, menulis,
"Ketika para remaja ini melakukannya, saya hargai sebagai bentuk pilihan mereka, walaupun diarahkan gurunya. Sebagai bentuk pilihan, mereka tentu siap dengan konsekwensinya. Lain halnya jika kemudian gurunya mengajak para remaja ini mengamuk dan merusak fasilitas sound system. Ini wilayah berbeda. Yang terakhir, saya tidak mentolelirnya. Ini bagian dari vandalisme.
Oke. Begini, menghafal Al-Qur'an itu sulit. Penghafalnya punya kedudukan istimewa. Para raksasa ilmu Islam mayoritas penghafal Al-Qur'an sejak dini. Itu menjadi bekal utama dalam menjejak keilmuan Islam. Sebagaimana calon hakim dan pengacara yang menghafal undang-undang dan peraturan sebagai langkah awal memahami jerohan hukum, maka demikian pula para penghafal wahyu ini.
Jika kita bisa memaklumi dan mentolerir seorang pecatur yang menghendaki keheningan dalam konsentrasi memainkan bidaknya, mengapa kita harus kaget dengan tindakan adik-adik santri. Sama-sama berhak. Itu telinga mereka. Juga tangan mereka sendiri. Kadang sebagian dari kita bersikap toleran tidak dalam waktu yang tepat."
7. Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Sunanto, meminta para pejabat negara tidak mudah memberi cap atau stereotip radikal terhadap perbedaan pandangan kelompok lain, termasuk terhadap santri menutup kuping saat mendengar musik.
"Saya berharap pemimpin-pemimpin kita jangan langsung mencap radikal tanpa memahami hal-hal lainnya terlebih dulu,"