KLIKANGGARAN --Penemuan klinik aborsi ilegal kembali terjadi. Kamis (2/11) Polda Metro Jaya melakukan penggeledahan di sebuah rumah yang diduga sebagai praktik aborsi ilegal di Jalan Tanah Merdeka, Kelurahan Rambutan, Ciracas, Jakarta Timur.
Tempat yang selama ini diketahui sebagai salon kecantikan, ternyata tempat tersebut dijadikan lokasi klinik ilegal untuk melakukan aborsi.
Pada saat penggeledahan, tim Puslabfor membongkar septic tank yang diduga sebagai tempat pembuangan janin hasil aborsi.
Benar saja, ditemukan sedikitnya tujuh janin di dalam septic tank tersebut. Kasus ini terungkap usai polisi mendapat informasi dari masyarakat. (TVOne News, 5-1-2023).
Penemuan klinik aborsi ilegal bukan baru kali ini terjadi. Pada September 2020, Polda Metro Jaya menggerebek klinik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, dan menangkap sembilan pelaku.
Pada Februari 2021, terungkap adanya klinik aborsi ilegal di Padurenan, Mustika Jaya, Bekasi. Pada Mei 2023, terungkap praktik aborsi ilegal yang berlokasi di Duren Sawit, Jakarta Timur.
Satu bulan berikutnya, yakni Juni 2023, Polres Metro Jakarta Pusat menggerebek sebuah kontrakan di Kemayoran yang digunakan sebagai klinik aborsi ilegal.
Semua klinik tersebut diduga telah mengaborsi puluhan ribu janin sejak 2017. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa hampir setiap tahun kasus aborsi ilegal ditemukan.
Menurut BKKBN, tindakan aborsi menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu (AKI). Sebanyak 30% AKI disebabkan oleh aborsi yang tidak aman, sedangkan rate pelaku aborsi terbanyak pada usia 20—29 tahun, baik statusnya menikah atau pun tidak. (ICJR, 2023).
Seperti yang diketahui saat terbongkarnya praktik aborsi ilegal di Bali pada Mei lalu dengan pasien tidak kurang dari 1.300 orang, rata-rata pasiennya masih duduk di bangku sekolah dan kuliah, bahkan ada yang duduk di bangku sekolah dasar.
Sungguh memprihatinkan, saat masyarakat diresahkan dengan banyaknya tindakan aborsi, pemerintah justru melegalkan RUU Kesehatan Omnibus Law, salah satunya tentang diperbolehkannya praktik aborsi.
RUU Kesehatan Omnibus Law juga membahas ketentuan aborsi, termasuk perubahan usia dari semula enam pekan menjadi 14 minggu untuk korban pemerkosaan hingga kehamilan indikasi kedaruratan medis.
Memang benar, diperbolehkannya praktik aborsi yang tertuang dalam RUU Kesehatan Omnibus Law tersebut hanya untuk yang terindikasi kedaruratan medis dan akibat perkosaan. Namun, siapa yang bisa menjamin bahwa pasien aborsi yang ditangani justru datang karena akibat “kebablasan” dalam bergaul.
Bukannya menyelesaikan masalah, hadirnya RUU ini justru akan mendatangkan petaka dan akan semakin menambah kasus-kasus aborsi dengan dalih sudah dilegalkan oleh pemerintah.
Rusaknya Moral Generasi
Banyaknya tindakan aborsi merupakan penanda rusaknya moral generasi. Motif aborsi di kalangan remaja tidak jauh dari seputar pergaulan bebas. Gaya pacaran yang berujung pada kehamilan, pembuangan bayi, ataupun aborsi sudah tidak asing lagi kita temukan dalam pergaulan remaja masa kini.