Hidup Damai pun Berat, Apalagi Konfrontasi: Blok Ambalat atau Sabah — Mandek, Sengketa, atau Kelola Bersama? Tapi Rakyat Juga Siap Berperang

photo author
- Jumat, 8 Agustus 2025 | 11:02 WIB
Sugiyanto, Penulis Opini (dok)
Sugiyanto, Penulis Opini (dok)

Namun kewaspadaan tetap harus menjadi prioritas. Pemerintah tidak boleh terjebak dalam zona nyaman diplomasi. Peningkatan kekuatan pertahanan maritim, pembangunan infrastruktur perbatasan seperti mercusuar dan radar laut, serta patroli militer aktif harus menjadi agenda berkelanjutan. Rakyat Indonesia ingin melihat bahwa negara hadir, bukan hanya di ruang negosiasi, tapi juga di garis terdepan kedaulatan nasional.

Kondisi politik di Malaysia sendiri terus berubah. Tekanan dari oposisi seperti Partai Perikatan Nasional yang kembali mengangkat isu Sabah dan ND6–ND7 untuk kepentingan politik domestik berpotensi memperkeruh suasana. Namun respons yang tenang dan terukur dari kedua pemerintah menunjukkan kedewasaan diplomasi ASEAN, di mana stabilitas kawasan lebih penting dibandingkan provokasi jangka pendek.

Di tengah semua itu, satu hal tetap pasti: rakyat Indonesia tidak takut berperang. Sejak zaman penjajahan, dari Aceh hingga Papua, dari Timor Timur hingga Natuna, semangat mempertahankan kedaulatan menjadi bagian dari DNA bangsa ini. Namun rakyat juga tahu bahwa kekuatan sejati bukan pada keberanian menyulut konflik, melainkan pada kecerdasan memilih waktu, tempat, dan alasan untuk berperang—jika memang tidak bisa dihindari.

Presiden Prabowo telah menunjukkan bahwa ia tidak tunduk pada tekanan populisme yang menuntut aksi militer cepat. Sebaliknya, ia mengedepankan rasionalitas, strategi, dan tanggung jawab sebagai kepala negara. Dan rakyat pun mendukung, karena hidup damai saja sudah berat—apalagi jika harus berkonflik.

Namun jika harga diri bangsa dilecehkan dan kedaulatan diganggu, Indonesia tak akan ragu. Diplomasi adalah pilihan utama, tetapi pertahanan adalah garis terakhir yang tidak akan pernah ditinggalkan. Karena bagi Indonesia, hidup damai adalah hak, dan mempertahankan tanah air adalah kewajiban suci yang tak bisa ditawar.***

Artikel ini merupakan sebuah opini yang ditulis oleh Sugiyanto, Pengamat Sosial-Politik, tinggal di Jakarta

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Insan Purnama

Sumber: opini

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X