KLIKANGGARAN -- Di era digital yang sarat koneksi namun miskin kontemplasi, banyak anak muda Indonesia hidup dalam tekanan sosial yang tak kasat mata, namun sangat nyata: dorongan untuk selalu terlihat aktif, produktif, dan pantas dibanggakan.
Apapun yang mereka lakukan harus bisa dipamerkan, harus bisa di-posting, dan—yang lebih menyedihkan—harus bisa diakui secara sosial.
Mereka berlomba menampilkan pekerjaan sebagai kebanggaan utama, membangun citra diri sebagai “manusia super-sibuk”, bahkan terkadang mengaburkan batas antara bekerja dan hidup itu sendiri. Dalam diam, mereka tumbuh dalam logika baru:
“Aku adalah pekerjaanku.”
Padahal manusia jauh lebih mulia, lebih dalam, dan lebih luas dari sekadar rutinitas pekerjaannya.
Baca Juga: Kerja Sama ITB Swadharma dan PNJ: Dorong Inovasi dan Pengembangan Teknologi
Ketika Kesibukan Menjadi Agama Baru
Mari kita jujur: di kalangan generasi milenial dan Gen Z hari ini, kesibukan telah menjadi agama baru.
Orang dinilai dari seberapa banyak aktivitasnya, bukan dari kedalaman berpikirnya.
Jika seseorang tidak memiliki pekerjaan tetap, maka ia dianggap belum “jadi orang”. Jika ia tak terlihat sibuk, ia dianggap tidak berguna.
Fenomena ini diperkuat oleh budaya media sosial profesional, yang di satu sisi memang bisa memberi inspirasi, tapi di sisi lain menciptakan ilusi sosial. Caption seperti “Proud to share…” lebih menekankan pada pencitraan dibanding pencerminan. Kita mulai membangun identitas bukan dari refleksi, tapi dari resume.
Akibatnya, generasi yang tumbuh bukanlah generasi pemikir, melainkan generasi pelari—yang terus berlari dari satu aktivitas ke aktivitas lain, tanpa sempat duduk merenung:
"Ke mana aku sebenarnya ingin pergi?"
Pekerjaan: Antara Fungsi dan Identitas
Pekerjaan dalam konstruksi masyarakat ideal seharusnya menjadi alat, bukan altar.Ia adalah media untuk berkarya,bukan takhta untuk menuhankan ego. Tapi di tengah atmosfer kompetisi, kapitalisme, dan kecanduan validasi, pekerjaan kini ditarik ke titik ekstrem: menjadi identitas utama diri.
Artikel Terkait
Menimbang Asas Keadilan dan Kemanfaatan dalam Menyikapi Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024
Apa Hubungan Antara Pizza dan Lingkaran? Belajar Rumus Luas dengan Cara Seru!
PPKn yang Memberikan Pemahaman tentang Nilai Pancasila
Kelas BIPA UNPAM Go Internasional: Sinergi Bersama PUP Filipina Lewat Special Lectureship
Penguatan Nilai Karakter Nasionalisme sebagai Wujud Menjaga Persatuan dan Kedaulatan Negara
Melampaui Logika: Kekuatan Kepekaan, Intuisi, dan Kebijaksanaan