Setelah 'Hantaman' Terakhir dari LP Maarif PWNU Jakarta, Nadiem Pun Cabut Juknis Bos

photo author
- Kamis, 9 September 2021 | 06:06 WIB
Nadiem Makariem sedang menikmati makan malam (Instagram/@nadiemmakarim)
Nadiem Makariem sedang menikmati makan malam (Instagram/@nadiemmakarim)


Jakarta, Klikanggaran-- Persyaratan sekolah penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus memiliki minimal 60 peserta didik dicabut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim. Dengan demikian Juknis tersebut tidak berlaku di tahun 2022.

Dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, di Jakarta, Rabu (08/09/2021), Nadiem mengatakan, “Kemendikbudristek telah memutuskan untuk tidak memberlakukan (persyaratan) ini pada tahun 2022.

Nadiem juga menyampaikan apresiasi atas masukan dari Komisi X DPR RI dan masyarakat terkait kekhawatiran dan kecemasan terhadap implementasi persyaratan sekolah penerima BOS.

Kata Nadiem, program tersebut sudah ada sejak 2019, dan ada waktu tiga tahun untuk menyosialisasikan kebijakan.

Baca Juga: Bogor: Bukan Hanya Iwan Simatupang, tetapi Juga Umar Machdam

“Jadi, program ini sudah dari 2019, tapi belum dilakukan pada 2021 karena belum masuk tiga tahun. Itu ada tenggang waktunya,” tuturnya.

Mendikbudristek menambahkan, pihaknya sangat sensitif terhadap situasi masyarakat dan akan terus menerima masukan terhadap persyaratan ini dan melakukan kajian lebih lanjut terkait pemberlakukannya setelah tahun 2022.

Dalam kesempatan tersebut, Mendikbudristek juga mengungkapkan bahwa pemanfaatan BOS regular tidak hanya mengakomodasi operasional di sekolah formal tapi juga dialokasikan untuk operasional bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Kebijakan tersebut memberi fleksibilitas kepada kepala sekolah untuk menentukan apa yang dapat ditingkatkan dengan dana BOS. “Ini sudah jadi konsiderasi BOS regular,” imbuhnya.

Baca Juga: Keren! Aplikasi Dolan Mas Sajikan Informasi Kepariwisataan Banyumas

Menutup paparannya, Nadiem menegaskan bahwa seluruh kebijakan dana BOS pada dasarnya berpihak kepada yang paling membutuhkan. Apalagi saat ini alokasi dana BOS di setiap daerah bersifat majemuk, di mana dana yang diberikan dikalikan indeks kemahalan. Dampaknya, satuan pendidikan yang berada di daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T) bisa mendapatkan dana yang jauh lebih banyak untuk meningkatkan kualitasnya.

Pada kesempatan itu, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengapresiasi keputusan pemerintah untuk tidak memberlakukan kebijakan yang sudah ditetapkan tiga tahun lalu tersebut. “Kami minta supaya tidak dijadikan standar menyangkut 60 siswa. Saya yakin Kemendikbudristek bisa merumuskan formula kebijakan lain yang bisa menjadi alat untuk melakukan evaluasi supaya sekolah agar lebih baik lagi, tanpa menggunakan instrumen BOS, mohon dicarikan instrumen lain di luar BOS yang lebih efektif,” tutur Syaiful.

Sebelumnya, Ketua LP Ma'arif PWNU DKI Jakarta, H. Sudarto, menyatakann penolakan Juknis BOS terkait adanya pasal yang mendiskriminasi hak pendidikan hak.

Baca Juga: Klub-klub Liga Premier Inggris Terancam Sanksi FIFA jika Mengizinkan Pemainnya Membela Tim Nasional

Ketua LP Ma'arif PWNU Jakarta itu menyebutkan seharusnya kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Nadim harus mendengarkan masukan dari Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan baik dari pendidikan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Taman Siswa, dan Majelis Nasional Pendidikan Katolik.

"Menteri pendidikan akan lebih bijak jika secara proporsional memperlakukan hak anak didik tanpa diskriminasi. Karena pendidikan menjadi tempat yang sangat penting untuk kemajuan sebuah negara sehingga harus dirasakan oleh setiap anak bangsa," kata Sudarto.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Insan Purnama

Sumber: Setkab.go.id

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X