Murni mengangguk, lalu tersenyum menenangkan hati putrinya. Dia tahu, gadis kecilnya mencoba menghibur. Itu cukup menambah kekuatannya untuk meneruskan langkah yang semakin berat.
*
Baca Juga: Diduga Ada Permainan Proyek di Kemendesa PDT dan Transmigrasi, Ini Beberapa Catatan CBA
Samudra tertegun. Tiba-tiba tubuhnya terasa kaku dan dingin. Padahal tubuhnya memang sedang terbujur kaku dan dingin dalam bungkusan kain putih. Seputih jiwanya saat pertama kali mendapat hak mencicipi nikmat udara segar. Jantungnya bagai berhenti berdetak. Padahal jantung itu memang sudah berhenti berdetak sejak dia dimandikan bersama alunan doa mengiris jiwa.
Orang-orang berkumpul mengelilingi jenazah yang baru selesai dimandikan. Jenazah Samudra. Sebagian ada yang menangis. Ada juga yang berwajah datar-datar saja. Dan, ada yang berbisik-bisik dengan pelayat yang duduk bersebelahan.
"Padahal Samudra itu harapan besar ibunya setelah ayahnya meninggal."
"Halah, harapan apa? Disuruh anter kue ke warungku aja ibunya kudu ngrayu-ngrayu dulu."
"Iya, mana adiknya, si Upik itu, masih kecil, ya."
"Kasihan Murni. Siapa lagi nanti yang bantuin dia."
"Jualan kue mati-matian untuk biaya kuliah Samudra, malah hasilnya mayat terbujur kaku begini."
"Kuliahnya juga malas! Pernah saya lihat ibunya sampai nangis gara-gara si Samudra itu malas kuliah!"
Baca Juga: Cerbung: Samudra di Lautan Malas
"Saya sudah pernah nasehatin ibunya Samudra agar tidak usah nurutin kemauan anak itu untuk kuliah, tapi ngeyel."
"Mana belum nikah, ya."
"Jangankan nikah, pacar saja dia belum punya."
Artikel Terkait
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 1
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 2
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 3
Cerbung: Cicak Jatuh di Halaman
Cerbung: Cicak Merayap di Dinding
Cerbung: Samudra di Lautan Malas