Leher Amora tercekat. Dadanya bergemuruh murka, namun bibirnya tetap tersenyum. Hatinya bertanya, kata apa yang hendak diucapkannya? Apa yang telah dilakukannya hingga bertemu dengan orang seperti ini?
"Kenapa diam?"
"Jadi untuk ini kita berkenalan?"
"Kau pikir untuk apa, Amora? Sudah lama aku memperhatikanmu, dan menunggu kesempatan seperti ini."
Baca Juga: Era Pasca-Ronaldo, di Kandang Sendiri, Juventus Dibenamkan Empoli
Amora menundukkan kepalanya. Hatinya bergemuruh, seramai 'About A Girl' yang dilantunkan Nirvana dari dapur restoran tempat mereka duduk. Ditatapnya lagi lelaki di depannya dengan lembut, lalu berkata, "Maaf, saya sudah selesai makan dan mau kembali ke kantor."
"Nantilah, kan masih hujan." Radik memegang tangan Amora, menggenggam dan mengusapnya perlahan, menelusuri tubuhnya dengan mata memerah. "Temani aku menikmati udara dingin ini, Sayang."
"Kau sudah punya istri tentunya."
"Ya, tapi aku ingin bersamamu, menikmati keindahan tubuhmu."
Amora menelan rasa jijik dan amarahnya, memegang jemari lelaki itu, lalu menatapnya dengan lembut. "Aku hanya seonggok daging, Teman. Kenikmatan yang akan kau dapatkan dari tubuhku ini hanyalah sesaat."
"Aku ingin bertukar kehangatan denganmu." Radik membasahi bibirnya, menelan ludah, melahap Amora dengan tatapan liar. Tangannya semakin erat meremas jemari Amora.
"Pulanglah, peluk istrimu dan berikan kehangatan itu padanya. Karena dia juga kedinginan tentunya."
"Kulitmu halus, bibirmu menggairahkan."
"Dan, pandanglah keseluruhan istrimu dengan cinta, akan kau temukan yang kau cari."
"Kenapa kau menolakku?"