“Tenang, ini hanya pembukaan aja, Bro. Lagu-lagu lain masih bisa kita mainkan setelah ini.”
“Semoga saja. Karena kulihat mata Sang Ratu bicara lain.”
Lalu, setelah instrumen pembukaan usai dimainkan Jalu dan teman-temannya, seorang wanita cantik, anggun, dan berwibawa, bangun dari tempat duduknya.
Dia berjalan dengan gemulai mendekati panggung itu. Kemudian tangannya memberi isyarat agar Jalu mendekat. Pemuda itu dengan enggan meletakkan gitarnya dan mendekat dengan wajah datar.
Baca Juga: Waspadai Gejala Stres pada Anak
“Apa lagi yang akan dilakukannya,” bisiknya geram.
“Sekarang kamu mainkan lagi lagu-lagu barat.”
“Hari ini jadwal kita mengisi lagu-lagu bernuansa kebangsaan, Bu.”
“Sekarang aku memerintahkan untuk diubah.”
“Tapi, Bapak memintanya demikian. Hari ini Bapak ingin menunjukkan pada para tamu bahwa perusahaan ini sangat nasionalis.”
“Itu tidak diperlukan lagi. Aku sudah punya rencana.”
“Bukankah Bapak dan Ibu mengundang mereka untuk menyaksikan kebudayaan kita? Dan teman-teman sudah mempersiapkannya dengan matang.”
“Itu, kan, hanya siasat agar mereka bersedia berkunjung ke sini. Menyenangkan mereka ini juga salah satu cara agar mereka bersedia bekerja sama dengan kita.”
“Lalu, bagaimana dengan para pelanggan yang sudah mendaftar untuk memainkan lagu mereka di sini?”
Baca Juga: Membanggakan, Dua Pemain Indonesia Resmi Diperkenalkan Klub Asal Bosnia-Herzegovina, Siapa Ya?