"Oke, tidak apa-apa, aku mengizinkan, yang penting kamu menyenangi pekerjaan itu. Jangan melakukannya karena terpaksa."
“Terima kasih, ya.”
Puniawati berdiri, berjalan ke meja di seberang meja makan, mengambil sebuah bungkusan, lalu kembali ke meja makan.
"Aku akan bekerja di Karaoke Dua Ribu," lanjut Puniawati, kemudian meletakkan bungkusan plastik di meja makan, berusaha bersikap setenang mungkin.
"Ini seragam serta atribut yang akan aku kenakan nanti. Bagus, nggak?" lanjutnya.
Aji melempar koran, matanya menatap tajam. Puniawati tak dapat mengartikan tatapan suaminya, tapi dia bergeming dengan senyum manis, menantang lembut tatapan Aji.
"Maksud kamu apa, sih?!" bentak Aji gusar. "Apa kurang, uang yang aku berikan selama ini?" Aji meraih gelas air putih, lalu membasahi lehernya yang tiba-tiba menjadi tandus.
"Oh, tidak Mas, sama sekali tidak. Uang yang Mas berikan sudah cukup. Lebih dari cukup, banyak sisa malah." Menyalakan kretek, berjuang untuk tetap tenang.
Baca Juga: Cargo Ducati Di-unboxing, Konon untuk Konten, Bea Cukai Pun Buka Suara
"Lalu, maksudmu apa?" Semakin garang.
"Tolong pelankan sedikit suaranya Mas, nanti anak-anak terbangun.”
“Jawab! Apa maksud kamu?!” teriak Aji tak peduli.
“Aku bosan di rumah, seperti katamu tadi."
"Kalau hanya untuk mengisi waktu atau mengasah otak, kerjalah di tempat yang benar."
"Emang, karaoke tempat nggak benar, Mas?" Memancing.