Kepala kian berdenyut ditahannya, mencoba menikmati kebahagiaan walaupun bukan miliknya. Hatinya masih dapat bersyukur, begitu mudah Allah memberikan lisan padanya hingga dirinya dapat membantu teman-teman menemukan jalan keluar atas permasalahan mereka.
Dilukisnya momen itu dalam hati, berharap hal yang sama bisa terjadi pada rumah tangganya yang sudah seperti gelas retak dan hampir pecah. Dilukisnya pula senyum tamunya dengan hati nyeri, membayangkan senyum itu suatu saat juga akan tersungging di bibirnya yang kian pucat.
Jalan apa yang hendak Kau berikan padaku, ya Allah? bisiknya dalam hati sambil mengantar tamu ke depan pintu pagar.
*
Baca Juga: Eternals: Abaikan Rating Rendah, Sukses Menyihir Penonton
"Mas, aku mau bicara," sergah Puniawati saat dilihatnya Aji hendak menyudahi makan malam dan bersiap meninggalkan meja makan.
Aji melirik istrinya, lalu kembali duduk, terlihat sekali dengan malas. "Penting?"
"Mungkin buatmu tidak, tapi penting buatku."
"Oke, silakan." Aji mengambil koran di ujung meja. Dibukanya halaman demi halaman tanpa melihat wajah istrinya.
"Aku akan bekerja lagi."
"Oh, begitu? Bagus. Kamu sudah mulai bosan di rumah, ya?"
"Awal bulan ini aku sudah mulai bekerja."
"Hmmm...."
"Semua sudah aku persiapkan, tinggal izin darimu."