Klikanggaran.com-- Hidup adalah tentang pertemuan-pertemuan. Bertemu orang lain, bertemu dengan hewan yang akan jadi peliharaan, bertemu tanaman yang bisa membangkitkan suasana baik pada hati, bertemu pekerjaan yang mendatangkan keuntungan, juga bertemu dengan belahan jiwamu. Pertemuan-pertemuan itu tidak pernah bisa kita rancang. Maksudku, tentu kita merencanakan sesuatu, tetapi jarang yang bisa berjalan sesuai dengan perkiraan.
Tidak percaya? Oke, akan kuceritakan satu hal. Ini tentunya tentang sebuah pertemuan. Sebuah peristiwa yang kukira tidak akan pernah aku alami. Aku bertemu dengan malaikat.
Aku duduk di bangku panjang, dingin, dan sendirian, sementara adikku berdiri di konter, menunggu resep obatku selesai dikerjakan apoteker. Kami baru selesai dari klinik satu jam lalu—psikiater itu kembali meresepkan lithium untukku. Satu minggu sekali aku memasuki apotek yang jaraknya hanya selemparan batu dari klinik kecil tempatku menjalani pemeriksaan rutin. Ini mungkin seperti kencan mingguan aku dan Renata, adikku.
Baca Juga: Pesawat Ringan yang Membawa Skydivers Jatuh di Kota Menzelinsk Rusia, 16 Tewas dan 6 Selamat
Kalau kalian ingin sedikit tertawa, aku dan Renata sering dikira pasangan. Padahal, aku tidak pernah menunjukkan tingkah apa-apa. Renata juga begitu. Menurut kami, kami tidak merasa melakukan hal-hal yang dilakukan pasangan di muka umum.
Sudahlah, itu hanya intermeso. Niatku di sini ingin menceritakan pertemuanku dengan malaikat. Yang indah, yang sejuk, yang tenang, meskipun aku yakin, orang lain akan memandang kebalikannya. Aku belum tahu namanya karena baru kali itu aku melihat perempuan dengan rambut ekor kuda, tetapi aku mengenal wajahnya. Entah dari mana, mungkin dari memoriku pada kehidupan yang lalu. Atau, aku hanya merasa nyaman memandang wajahnya sehingga kupikir aku telah mengenalnya jutaan tahun lalu.
Tangannya tampak dipegang erat oleh seorang wanita paruh baya. Kurasa itu ibunya, atau tantenya, atau siapa pun yang memang bertanggung jawab terhadap dirinya. Sementara kulihat tangan kanannya berkali-kali mengepal, terbuka, mengepal lagi, terbuka lagi. Matanya terlihat menjelajah segala hal. Lalu, bola mata itu berhenti bergerak setelah bertemu dengan bola mataku.
Baca Juga: Dua Tahun Jokowi-Maruf Memerintah: Jangan Kriminalisasi gerakan Mahasiswa!
Ingin tahu seperti apa rasanya? Ini seperti kamu mendapat segelas bir dingin saat hari yang panas, seperti menyisakan satu potong besar ayam setelah kentang tumbukmu habis, seperti tidak perlu lagi mendapat resep baru tiap minggu. Ada yang terbebas begitu saja, berenang-renang ke permukaan, mencari udara segar. Aku tahu, senyumku sedang terkembang ketika ia melihatku.
***
Aku tidak tahu apa namanya, tetapi perasaan ini semacam tidak asing. Bola mata itu seolah-olah sudah lama menetap di memoriku. Aku ingin melepaskan diri dari genggaman Ibu, ingin segera duduk di samping lelaki itu. Aku yakin, umurnya tidak berselisih jauh dariku.
“Siapa yang kamu lihat, Rin?”
Aku menjawab dengan mataku. Tidak perlu penegasan lagi karena memang yang duduk di bangku itu hanya satu orang.
“Kamu kenal?” tanya Ibu lagi.